Ulasfakta – Bayangkan pagi hari di pasar tradisional, seorang pedagang kecil melayani pelanggan tanpa uang tunai. Cukup dengan memindai QR code, pembayaran selesai tanpa repot mencari kembalian. Kini, gambaran ini bukan lagi sekadar imajinasi, melainkan sudah menjadi rutinitas banyak masyarakat Indonesia.
Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral memainkan peran penting dalam mendorong digitalisasi sistem pembayaran nasional, seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap teknologi dan literasi keuangan.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya menciptakan masyarakat ekonomi cerdas, sebuah sinergi antara kebijakan moneter yang tepat dan peran aktif warga sebagai smart citizen.
BI tidak hanya menjaga stabilitas nilai rupiah, tetapi juga mengembangkan ekosistem pembayaran yang aman, efisien, dan merata. Salah satu inovasi penting adalah QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) yang telah membantu digitalisasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di seluruh penjuru tanah air.
Lebih dari 38 juta merchant dan 56 juta pengguna aktif memanfaatkan QRIS, dengan jangkauan yang bahkan melampaui batas nasional, seperti di Malaysia, Thailand, Singapura, dan dalam waktu dekat akan terkoneksi dengan Jepang.
Selain itu, BI juga menghadirkan BI-FAST, layanan transfer dana antarbank secara real-time yang beroperasi nonstop selama 24 jam, 7 hari seminggu. Dengan biaya transaksi yang terjangkau, BI-FAST semakin populer untuk memudahkan masyarakat dan pelaku bisnis melakukan transfer cepat dan murah. Sepanjang 2023, BI-FAST telah memproses transaksi senilai lebih dari Rp1,9 triliun, menjadikan Indonesia salah satu pasar tercepat dalam pertumbuhan transaksi QR code real-time secara global.
Namun, keberhasilan digitalisasi ini tidak hanya bergantung pada teknologi, melainkan juga kesiapan masyarakat dalam menggunakan layanan tersebut secara bijak. Literasi digital dan keuangan menjadi aspek krusial yang terus digalakkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Bank Indonesia.
Sepanjang 2024 hingga awal 2025, OJK telah menyelenggarakan lebih dari 5.000 kegiatan edukasi keuangan yang menjangkau lebih dari 7 juta peserta. Melalui Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (GENCARKAN), OJK berhasil mengedukasi lebih dari 120 juta orang melalui berbagai platform.
Program-program seperti Satu Rekening Satu Pelajar (KEJAR), Simpanan Mahasiswa dan Pemuda (SiMUDA), serta Kredit Melawan Rentenir adalah contoh nyata intervensi pemerintah untuk meningkatkan pengetahuan keuangan bagi generasi muda dan pelaku UMKM.
Meski demikian, tantangan masih besar. Data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 menunjukkan indeks literasi keuangan baru mencapai 66,46%, sementara inklusi keuangan mencapai 80,51%. Artinya, sekitar sepertiga masyarakat belum sepenuhnya memahami konsep dasar keuangan meski sudah memiliki akses ke layanan keuangan.
Tantangan lain datang dari keterbatasan infrastruktur digital, terutama di wilayah pedesaan yang masih minim akses internet. Hal ini membatasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam ekosistem keuangan digital yang berkembang pesat.
Selain itu, rendahnya pemahaman literasi digital membuka celah bagi masyarakat menjadi korban penipuan online dan investasi ilegal. Banyak yang belum mampu membedakan produk keuangan resmi dan ilegal serta belum terampil mengelola risiko keuangan pribadi.
Di sinilah pentingnya peran smart citizen—warga yang tidak hanya aktif memakai teknologi, tetapi juga kritis, cakap secara finansial, dan mampu beradaptasi dengan perubahan zaman.
Contohnya, pedagang kecil yang sudah memakai QRIS dalam transaksi sehari-hari menjadi bagian dari ekosistem digital sekaligus bukti nyata kemajuan literasi teknologi dan ekonomi dari tingkat akar rumput.
Pemuda yang mampu mengelola keuangan digital dengan baik dan tidak mudah terjerat janji investasi bodong juga memperkuat ketahanan ekonomi dari sisi mikro.
Bank Indonesia dan OJK terus mendorong keterlibatan masyarakat dalam menciptakan ekosistem keuangan digital yang sehat. Melalui berbagai kompetisi dan inovasi, seperti Hackathon Keuangan Digital, generasi muda diajak untuk berkontribusi menciptakan solusi yang mendukung inklusi keuangan.
Transformasi digital ini bukan hanya program dari atas ke bawah, melainkan hasil kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat.
Membangun masyarakat yang melek ekonomi dan tangguh menghadapi perubahan bukan tugas yang mudah atau instan. Dibutuhkan kebijakan bank sentral yang proaktif, edukasi yang berkelanjutan dari otoritas keuangan, serta partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat.
Ketika rakyat menjadi pelaku utama dalam pembangunan ekonomi, Indonesia bukan hanya memiliki sistem keuangan canggih, tetapi juga masyarakat yang siap menyongsong masa depan ekonomi yang adil, inklusif, dan berkelanjutan.
Smart citizen adalah fondasi utama untuk mewujudkan cita-cita tersebut dalam menghadapi dinamika dunia yang terus berubah.