Ulasfakta – Puluhan guru di Kabupaten Karimun terancam kehilangan kesempatan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) akibat kendala administratif. Kasus ini mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Kabupaten Karimun pada Selasa (11/3/2025) dan menjadi sorotan karena berdampak langsung pada keberlangsungan pendidikan di daerah tersebut.
Dampak Regulasi terhadap Nasib Guru Honorer
Para guru terdampak berasal dari SDN 001 Meral Barat, yang sebelumnya berstatus sekolah swasta di bawah PT KG sebelum dinegerikan pada Oktober 2024. Berdasarkan aturan yang berlaku, guru honorer yang ingin mengikuti seleksi PPPK harus memiliki minimal dua tahun masa kerja di sekolah negeri, sehingga mereka otomatis tidak memenuhi syarat meskipun telah lama mengabdi sebagai tenaga pengajar.
Ketua Komisi I DPRD Karimun, Anwar Hasan, menilai aturan ini perlu dikaji ulang, mengingat dampaknya yang cukup besar.
“Kalau mengikuti regulasi, mereka memang tidak bisa ikut seleksi PPPK. Tapi ini bukan sekadar soal aturan, ini juga menyangkut masa depan guru-guru yang telah mengabdi lama. Jika mereka kehilangan kesempatan menjadi ASN, bagaimana keberlangsungan pendidikan di sekolah-sekolah ini?” ujar Anwar.
Selain di SDN 001 Meral Barat, persoalan serupa juga terjadi di TK Pembina Meral Barat dan TK Pembina Kecamatan Ungar, yang juga baru dinegerikan. Secara total, ada 37 guru yang terdampak dan kini berada dalam ketidakpastian.
Guru Tidak Digaji Sejak Januari 2025
Persoalan semakin pelik karena sejak Januari 2025, para guru ini tidak menerima gaji. Pemerintah daerah tidak dapat mengeluarkan Surat Keputusan (SK) sebagai tenaga honorer karena bertentangan dengan regulasi yang berlaku.
Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Karimun, Husin, menyebut situasi ini sebagai dilema besar.
“Jika pemerintah mengeluarkan SK honorer, itu melanggar aturan. Tapi kalau tidak, guru-guru ini tidak mendapat penghasilan. Ini situasi yang sangat sulit,” jelasnya.
Tanpa kepastian gaji dan status kepegawaian, banyak guru yang mulai mempertimbangkan opsi lain, termasuk mencari pekerjaan di tempat lain. Jika ini terjadi, sekolah-sekolah yang baru dinegerikan justru akan kekurangan tenaga pengajar.
Mencari Solusi di Tengah Regulasi
Dalam rapat DPRD, salah satu solusi yang diusulkan adalah memanfaatkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan, khususnya PT KG yang sebelumnya menaungi SDN 001 Meral Barat.
“Kami akan mencoba lobi PT KG untuk melihat kemungkinan mereka membantu para guru ini melalui CSR. Ini bisa menjadi solusi sementara sambil mencari jalan keluar lain,” kata Anwar Hasan.
Namun, solusi ini masih dalam tahap pembahasan, dan belum ada keputusan final mengenai sumber pendanaan alternatif tersebut.
DPRD Karimun berencana menggelar pertemuan lanjutan dengan Bupati Karimun, Iskandarsyah, serta pihak terkait lainnya guna menemukan solusi yang lebih konkret.
Harapan Guru dan Masa Depan Pendidikan di Karimun
Salah satu guru yang terdampak, Rina (35), berharap ada kebijakan khusus yang bisa memberikan keadilan bagi mereka.
“Kami hanya ingin diakui sebagai bagian dari sistem pendidikan negeri. Kami sudah bertahun-tahun mengajar, tapi tiba-tiba status kami menjadi abu-abu. Harapan kami, ada kebijakan yang memperhatikan pengabdian kami selama ini,” ungkapnya.
Kasus ini menegaskan perlunya fleksibilitas dalam penerapan regulasi, terutama dalam situasi transisi seperti ini. Jika tidak segera ditangani, dampaknya bukan hanya pada nasib guru-guru tersebut, tetapi juga pada kualitas pendidikan di Karimun.