Efisiensi Anggaran: Strategi Alih Daya untuk Pendorong Pertumbuhan Ekonomi di Kepri

Ulasfakta – Pengamat ekonomi dari Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH), Winata Wira, menekankan bahwa kebijakan efisiensi anggaran yang tengah diterapkan merupakan strategi pengalihan dana ke sektor-sektor yang dianggap lebih vital bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

Dalam pandangannya, meskipun efisiensi ini sering disalahartikan sebagai bentuk penahanan belanja negara, sebenarnya kebijakan ini bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang telah tersedia.

Menurut Winata, pertumbuhan ekonomi secara fundamental bergantung pada pendapatan nasional yang terbentuk dari empat komponen utama: investasi (44%), konsumsi (42%), belanja pemerintah (5%), dan aktivitas ekspor-impor.

“Di Kepulauan Riau, investasi merupakan pilar utama ekonomi, diikuti oleh konsumsi masyarakat. Oleh karena itu, efisiensi anggaran yang kita terapkan saat ini bukanlah tentang menahan uang, melainkan mengalihkan dana ke sektor yang memiliki efek pengganda lebih besar,” ujarnya pada Rabu, 19 Februari 2025.

Winata mengkritik pandangan bahwa efisiensi identik dengan menabung berlebihan. Dalam konteks ekonomi, ia menjelaskan konsep paradoks menabung, di mana jika masyarakat terlalu banyak menabung, daya beli menurun dan pertumbuhan ekonomi pun terhambat.

“Konsumsi dan investasi memiliki efek multiplier yang jauh lebih besar dibandingkan dengan sekadar penahanan dana. Pengalihan anggaran yang terjadi harus dilihat sebagai upaya untuk menstimulasi aktivitas ekonomi yang produktif,” pungkasnya dalam program U Talk.

Lebih lanjut, Winata menyoroti pernyataan seorang utusan presiden yang menggambarkan anggaran sebagai struktur bertingkat sembilan lapisan. Menurutnya, lapisan-lapisan tersebut mengidentifikasi alokasi yang tidak efektif dan berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi.

Kebijakan efisiensi yang diperkenalkan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, yang kemudian diikuti oleh surat edaran Menteri Keuangan mengenai penghematan di 16 pos belanja, merupakan langkah untuk merampingkan pengeluaran negara tanpa mengurangi aktivitas ekonomi.

Sebagai contoh, anggaran untuk alat tulis kantor (ATK) telah dipangkas hingga 90%, dan anggaran untuk acara seremonial dikurangi 50%. Dana yang sebelumnya dialokasikan untuk perjalanan dinas, ATK, atau seremonial kini dialihkan ke program Makanan Bergizi Gratis (MBG), sebuah inisiatif yang tidak hanya mempertahankan transaksi ekonomi, tetapi juga meningkatkan produktivitas melalui rantai pasokan yang aktif.

“Dengan cara ini, anggaran yang ‘disimpan’ tidak disimpan begitu saja, melainkan digunakan untuk sektor yang lebih bermanfaat bagi pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” jelas Winata.

Dari sudut pandang ekonomi, kebijakan efisiensi ini bukanlah semata-mata penghematan, melainkan redistribusi anggaran untuk mendukung sektor-sektor yang dapat menghasilkan efek pengganda yang lebih tinggi. Winata berharap bahwa dengan penerapan kebijakan efisiensi ini, pemerintah dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih seimbang tanpa mengorbankan sektor-sektor penting lainnya.

Dengan demikian, efisiensi anggaran harus dilihat sebagai strategi alih daya—memindahkan sumber daya dari pos-pos yang memiliki multiplier effect rendah ke sektor yang lebih produktif, yang pada akhirnya diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *