Ulasfakta.co – Reses Anggota DPR RI dari Dapil Kepri, Endipat Wijaya, di Kota Batam pada Kamis, 11 April 2025, berlangsung penuh ketegangan. Sejumlah mahasiswa dari berbagai kampus melontarkan kritik tajam terhadap pengesahan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang kini resmi menjadi UU.
Mahasiswa Soroti Potensi Dwifungsi Militer
Jamaluddin, mahasiswa Universitas Riau Kepulauan (Unrika), menyoroti pasal-pasal yang dianggap tumpang tindih dan mengkritik pelibatan militer dalam urusan sipil. “Mereka bilang baca draf dulu, tapi sampai sekarang drafnya tak bisa diakses. Tidak transparan. Saat Pak Prabowo bertemu pimpinan media pun, tak ada kejelasan,” ucap Jamaluddin.
Hidayatuddin dari Universitas Putera Batam memperingatkan risiko penyalahgunaan kekuasaan militer dalam jabatan sipil. “Kalau sudah dikasih, pasti minta lagi. Ini negara ‘mungkin’, semua bisa terjadi,” katanya.
Naufal dari Politeknik Negeri Batam mempertanyakan sikap DPR terhadap gelombang penolakan di berbagai daerah. “Apakah suara mahasiswa dianggap sekadar pesanan atau bayaran?” ujarnya.
Ketua GMKI Batam, Binsar, menantang Endipat untuk bertanggung jawab secara pribadi jika UU ini berujung pada kebangkitan dwifungsi ABRI. “Kalau Abang mendukung, siap nggak bertanggung jawab penuh?” katanya.
Endipat Tegaskan Revisi untuk Klarifikasi Peran TNI
Dihadapan para mahasiswa, Endipat Wijaya menegaskan bahwa revisi UU TNI justru bertujuan memperjelas peran TNI, bukan menambah kewenangannya. “Saya sangat paham trauma bangsa ini terhadap dwifungsi. Justru UU ini disusun agar hal itu tidak terulang,” katanya.
Ia menjelaskan, salah satu tujuan utama revisi adalah memberikan dasar hukum yang jelas bagi keterlibatan TNI di sejumlah lembaga seperti Bakamla, BNPT, hingga Kejaksaan. “Mereka sudah terlibat selama ini, tapi tak diatur dalam undang-undang. Kita hanya ingin formalkan, bukan membuka ruang baru,” ujarnya.
Terkait Pasal 47 yang menuai polemik, Endipat menyebut pasal itu hanya menegaskan tugas yang sudah ada dalam UU sektoral.
Ia juga memaparkan empat klaster revisi UU TNI:
Klaster Koordinasi (Pasal 3): Menegaskan TNI di bawah Kementerian Pertahanan, bukan langsung Presiden.
Klaster OMSP (Pasal 7): Menambah tugas dari 14 jadi 16, dengan penekanan bahwa semuanya harus diatur lewat PP dan dalam kontrol DPR.
Klaster Fungsi (Pasal 8, 9, 10): Menghapus istilah ‘keamanan’ agar fokus TNI hanya pada ‘pertahanan’.
Klaster Pensiun (Pasal 53): Usia pensiun tamtama dan bintara dinaikkan dari 53 ke 55 tahun. Untuk perwira tinggi bisa diperpanjang hingga maksimal 62 tahun dengan syarat ketat.
Endipat mengingatkan agar kenaikan usia pensiun tidak disalahgunakan demi memperpanjang masa jabatan secara instan. “Kalau mau naik bintang satu, harus penuhi syarat, seperti pernah pegang posisi strategis minimal satu atau dua tahun sebelum pensiun,” ucapnya.
Menanggapi tantangan soal tanggung jawab pribadi, Endipat menjawab tegas. “Kalau ditanya sebagai pribadi, tentu saya akan merasa bersalah jika ini disalahgunakan. Tapi saya percaya, ini sudah melalui proses panjang dan penuh pertimbangan,” katanya menutup.