Ulasfakta – Gedung Megat Seri Rama, yang kerap disebut sebagai Gedung Lembaga Adat Melayu (LAM) Kabupaten Bintan, kini difungsikan sebagai tempat penyewaan untuk berbagai acara masyarakat.
Penggunaan gedung yang berlokasi di Jalan Trikora, Kelurahan Kijang Kota, Kecamatan Bintan Timur ini menimbulkan polemik karena harus disewa dengan tarif jutaan rupiah, meski dulunya dibangun menggunakan dana APBD.
Berdasarkan informasi yang diperoleh ulasan.co pada Selasa (24/6/2025), tarif sewa yang dikenakan kepada masyarakat berkisar antara Rp3 juta hingga Rp4 juta per kegiatan, tergantung keperluan acara seperti pernikahan, perpisahan sekolah, atau hajatan lainnya.
Gedung yang dibangun sekitar tahun 2015 itu menghabiskan anggaran daerah hingga Rp15 miliar. Saat itu, Ansar Ahmad masih menjabat sebagai Bupati Bintan. Kini, meski dikenal sebagai Gedung LAM, pengelolaan sewa menyewa bukan berada di bawah tanggung jawab LAM Bintan.
Ketua LAM Kabupaten Bintan, Syahri Bobo, menjelaskan bahwa pihaknya hanya menempati gedung tersebut sebagai kantor.
Ia menegaskan, kewenangan pengelolaan dan penyewaan gedung sepenuhnya berada di tangan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Bintan.
“LAM tidak terlibat dalam urusan sewa menyewa. Itu aset milik daerah dan sepenuhnya dikelola oleh Disbudpar,” ujar Syahri.
Ia juga mengaku tidak mengetahui pasti berapa tarif sewa yang diberlakukan, namun mendengar bahwa ketentuannya diatur dalam Peraturan Bupati terkait retribusi.
Selain itu, Syahri juga menyebut gedung tersebut mengalami sejumlah kerusakan, meski belum diketahui secara detail.
“Informasinya akan ada renovasi oleh pemerintah,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Disbudpar Bintan, Arif Sumarsono, membenarkan bahwa Gedung Megat Seri Rama merupakan aset yang dikelola oleh instansinya.
Ia menjelaskan bahwa tarif sewa yang diberlakukan merujuk pada Peraturan Daerah tentang Retribusi Daerah, dengan nominal sebesar Rp2 juta per kegiatan.
“Uang sewa langsung disetor ke kas daerah oleh masyarakat lewat bank. Kami hanya menerbitkan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD),” kata Arif.
Setelah penyewa membayar ke bank, Disbudpar akan mengeluarkan surat peminjaman resmi sebagai bukti penggunaan fasilitas.
Arif juga mengklarifikasi bahwa jika masyarakat mengeluarkan biaya tambahan hingga Rp3–4 juta, kemungkinan besar biaya tersebut berasal dari sewa perlengkapan seperti kursi atau fasilitas lainnya dari pihak LAM, yang bukan merupakan aset pemerintah.
Menurut data Disbudpar, pendapatan retribusi dari penyewaan Gedung LAM mencapai kisaran Rp15 juta hingga Rp30 juta setiap tahunnya.
Meski begitu, Arif mengakui bahwa keterbatasan anggaran membuat pihaknya belum mampu melakukan perbaikan total pada gedung tersebut.
“Kami baru bisa perbaiki atap, plafon, dan mengecat sebagian dinding ruang dalam sesuai kemampuan anggaran yang tersedia,” ujarnya.
Tinggalkan Balasan