Ulasfakta – Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin kembali mengingatkan seluruh jajarannya agar tidak terlibat dalam proyek-proyek yang bukan bagian dari tugas pokok dan fungsinya. Larangan ini disampaikan melalui pertemuan virtual pada 28 Februari 2025, sebagai bagian dari upaya menjaga integritas institusi Kejaksaan.
“Jika masih ada yang bermain proyek atau melakukan intervensi yang tidak seharusnya, maka jabatan mereka akan dicopot dan ditindak tegas,” ujar Burhanuddin.
Namun, yang menjadi pertanyaan, bagaimana mekanisme pengawasan agar kebijakan ini benar-benar efektif? Sejauh mana sanksi tegas ini diterapkan bagi oknum jaksa yang terbukti menyalahgunakan kewenangannya?
Selama ini, isu keterlibatan aparat penegak hukum dalam proyek-proyek tertentu bukan hal baru. Meski sudah ada larangan, praktik intervensi terhadap proyek pengadaan barang dan jasa di daerah maupun pusat masih kerap ditemukan. Dengan anggaran Kejaksaan yang mengalami pemangkasan sebesar Rp5,43 triliun dari total Rp24,27 triliun, potensi penyalahgunaan wewenang justru perlu diawasi lebih ketat.
Burhanuddin juga menekankan pentingnya Kejaksaan dalam mengawal transisi ke KUHP Nasional pada 2026 serta penerapan pendekatan restorative justice. Kejaksaan juga terus berfokus pada pemberantasan korupsi, termasuk pelacakan aset dan penanganan tindak pidana khusus.
Masyarakat tentu berharap peringatan Jaksa Agung ini bukan sekadar formalitas, tetapi diiringi dengan mekanisme pengawasan yang transparan. Sebab, tanpa pengawasan yang ketat, larangan ini bisa saja tidak lebih dari sekadar wacana.