Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak Tinggi, Menteri PPPA Dorong Penguatan Sinergi di Batam

Ulasfakta — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifatul Choiri Fauzi, menaruh perhatian serius terhadap tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Batam, Kepulauan Riau.

Data Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Batam mencatat, sepanjang tahun 2024 tercatat 219 kasus kekerasan terhadap anak dan 47 kasus terhadap perempuan. Sementara hingga April 2025, sudah ada 64 kasus kekerasan terhadap anak dan 20 terhadap perempuan.

Kekerasan terhadap anak didominasi oleh kekerasan fisik dan seksual, sedangkan pada perempuan mayoritas berupa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Pernyataan tersebut disampaikan Menteri Arifatul saat kunjungan kerjanya ke UPTD PPA Batam pada Kamis, 24 April 2025.

Menurut Arifatul, posisi Batam yang merupakan daerah perlintasan antarwilayah, bahkan antarnegara, menjadikan kota ini rawan terhadap berbagai bentuk kekerasan dan kejahatan, termasuk perdagangan orang (TPPO).

Ia menekankan bahwa penanganan kasus-kasus tersebut tidak bisa hanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Kolaborasi lintas sektor sangat dibutuhkan.

“Batam tidak bisa berjalan sendiri. Kita harus melibatkan berbagai pihak, termasuk TNI, agar bisa memanfaatkan sumber daya secara optimal,” kata Arifatul.

Dalam kunjungannya, Arifatul menyampaikan bahwa Kementerian PPPA telah menandatangani nota kesepahaman dengan 12 kementerian dan lembaga lain untuk memperkuat koordinasi penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Ia juga menyoroti pentingnya kreativitas dan efisiensi dalam menyelesaikan persoalan meskipun keterbatasan anggaran menjadi tantangan.

“Dana terbatas bukan alasan. Kuncinya adalah bagaimana kita membangun kolaborasi yang efektif agar perlindungan bisa dirasakan oleh semua korban,” tegasnya.

Arifatul turut memberikan apresiasi kepada UPTD PPA Batam yang dinilainya cepat tanggap dan aktif menangani berbagai laporan masyarakat.

“Setiap hari selalu ada dua hingga tiga kasus yang ditangani. Ini menunjukkan bahwa masyarakat mulai berani dan tahu harus ke mana mengadu,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala UPTD PPA Batam, Dedy Suryadi, mengungkapkan bahwa pendekatan yang mereka gunakan berfokus pada pemulihan kondisi psikologis korban, bukan sekadar menangani kasus secara formal.

“Kami tidak hanya bicara soal tempat atau gedung, tapi bagaimana korban bisa bangkit dan pulih secara batin,” kata Dedy.

Ia menjelaskan bahwa konseling menjadi langkah utama dalam mendampingi korban. UPTD juga aktif membangun jejaring dengan organisasi sosial, keagamaan, dan komunitas lokal sebagai sistem pendukung pemulihan.

“Pernah kami bekerja sama dengan lembaga keagamaan dan paguyuban daerah. Jaringan ini harus terus dirawat agar penanganan semakin komprehensif,” tambahnya.

Ke depan, Dedy mengatakan UPTD tengah menyusun langkah monitoring dan pemetaan untuk memastikan penanganan kasus lebih terarah dan tepat sasaran.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *