Ulasfakta.co – Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) jasa pemanduan dan penundaan kapal di wilayah Pelabuhan Batam periode 2015 hingga 2021.

Keduanya langsung ditahan oleh tim penyidik pidana khusus (Pidsus) pada Selasa, 30 September 2025.

Dua tersangka tersebut adalah S, mantan Kepala Seksi Pemanduan dan Penundaan pada Bidang Komersial (2012–Juli 2016), dan AJ, Direktur Operasional PT Bias Delta Pratama. Keduanya diduga terlibat dalam pengelolaan jasa pemanduan kapal tanpa dasar hukum yang sah, sehingga menyebabkan kerugian negara.

Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara yang telah lebih dulu diproses dan berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Sebelumnya, Kejati Kepri telah menyeret sejumlah pihak ke meja hijau, termasuk Allan Roy Gemma, Syahrul, Hari Setyobudi, dan Heri Kafianto, yang masing-masing merupakan pimpinan perusahaan pelayaran maupun pejabat otoritas pelabuhan.

PT Bias Delta Pratama disebut menjalankan jasa pemanduan dan penundaan kapal di wilayah perairan Kabil dan Batu Ampar tanpa kerja sama operasional (KSO) dengan BP Batam sepanjang 2015 hingga 2018. Akibatnya, BP Batam tidak menerima bagi hasil dari kegiatan tersebut sebagaimana diatur dalam regulasi yang berlaku.

Dalam keterangannya, Kepala Kejati Kepri, J. Devy Sudarso, mengatakan bahwa kerja sama PT Bias Delta Pratama dengan BP Batam hanya didasarkan pada Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 16 Tahun 2012, yang mengatur pembagian 20 persen dari pendapatan kapal tunda. Namun, dalam praktiknya, kerja sama itu tidak mencakup jasa pandu kapal, dan tidak memiliki dasar hukum perjanjian yang sah.

Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) jasa pemanduan dan penundaan kapal di wilayah Pelabuhan Batam periode 2015 hingga 2021. Foto: hms

“PT Bias Delta Pratama tidak menyetorkan PNBP berupa bagi hasil 20 persen kepada BP Batam dari pendapatan jasa pemanduan dan penundaan,” ujar Devy.

Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kepulauan Riau menemukan adanya kerugian negara senilai US$272.497 dari kegiatan PT Bias Delta Pratama. Jika dikonversikan dengan kurs Rp16.692 per dolar, kerugian tersebut mencapai sekitar Rp4,5 miliar.

Sebelum penahanan dilakukan, pada Senin, 29 September 2025, tim penyidik Kejati Kepri juga telah menggeledah kantor PT Bias Delta Pratama di kawasan Batu Ampar.

Penggeledahan dilakukan berdasarkan surat perintah penggeledahan dan izin dari Pengadilan Negeri Batam tertanggal 25 September 2025. Dari lokasi, penyidik menyita tiga kontainer berisi dokumen yang diduga berkaitan dengan perkara.

Kedua tersangka ditahan di Rumah Tahanan Kelas I Tanjungpinang selama 20 hari, terhitung mulai 30 September hingga 19 Oktober 2025.

Mereka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Penahanan dilakukan untuk mencegah para tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya. Kejati Kepri berkomitmen menindak tegas setiap pelaku korupsi tanpa pandang bulu,” tegas Devy.