Kepri di Ambang Krisis Fiskal, DPRD Desak Gubernur Bangkitkan PAD yang Tertidur

Ulasfakta – Provinsi Kepulauan Riau tengah menghadapi tantangan fiskal yang mengkhawatirkan.

APBD yang terseok-seok akibat meningkatnya belanja pegawai, terutama dari rekrutmen besar-besaran PPPK, membuat ruang fiskal untuk pembangunan semakin sempit.

Di tengah tekanan ini, seruan untuk membangkitkan mesin PAD (Pendapatan Asli Daerah) semakin nyaring.

Sekretaris Komisi II DPRD Kepri, Wahyu Wahyudin, tak segan menyebut situasi ini sebagai “alarm darurat fiskal” bagi Pemprov.

Ia menilai, tanpa langkah luar biasa, target pendapatan sebesar Rp3,6 triliun dalam APBD 2026 hanya akan menjadi angka kosong di atas kertas.

“Beban belanja pegawai sudah melewati ambang batas 30 persen. Kalau tidak segera kita dorong sektor-sektor penghasil PAD, kita bisa kolaps secara anggaran,” kata Wahyu kepada Ulasfakta, Senin pagi (16/6/2025).

OPD Penghasil Mandek, Inovasi Minim

Menurut Wahyu, kelesuan kinerja OPD penghasil PAD menjadi biang kerok stagnannya pendapatan daerah.

Ia menyoroti minimnya inisiatif dari sejumlah dinas teknis yang seharusnya bisa menjadi lokomotif penerimaan daerah.

“Diskon pajak, pemutihan denda, promosi layanan, itu strategi dasar yang belum dimanfaatkan maksimal. Padahal ini bisa langsung mendongkrak minat wajib pajak,” ujarnya.

Ia juga mendorong strategi ekstensifikasi dengan mencari sumber-sumber PAD baru.

Salah satu ide konkret yang ia tawarkan adalah membentuk UPTD Laboratorium yang bisa melayani pengujian mutu dan hasil produksi, baik dari sektor perikanan, pertanian, maupun industri kecil.

“Kita punya fasilitas lab di beberapa OPD, tapi belum terkelola jadi unit usaha daerah. Kalau dioptimalkan, ini bisa jadi sumber PAD baru yang sustain,” tambahnya.

Aset Tidur dan BUMD Tak Bertaji

Masalah lain yang menjadi sorotan Wahyu adalah lemahnya optimalisasi aset daerah.

Menurutnya, masih banyak aset milik Pemprov Kepri yang menganggur tanpa manfaat ekonomi apa pun.

“Aset-aset seperti lahan kosong, bangunan mangkrak, gudang tidak dipakai, itu semua bisa disewakan atau dikerjasamakan dengan investor. Tapi dibiarkan tidur,” katanya dengan nada kecewa.

Wahyu juga menyinggung langsung kinerja BUMD, yang dinilainya belum menunjukkan hasil yang signifikan dalam menyumbang PAD maupun devisa daerah.

“BUMD jangan hanya jadi beban APBD. Harus kejar target, harus punya visi bisnis. Kalau mandek terus, lebih baik dievaluasi total,” tegasnya.

Kebutuhan Mendesak, Waktu Terbatas

Menghadapi tahun anggaran 2026, Wahyu mengingatkan bahwa waktu untuk berbenah sudah sangat sempit.

Ia meminta Pemprov Kepri segera menggelar konsolidasi dengan seluruh OPD penghasil, menyusun peta jalan penguatan PAD, dan melakukan evaluasi menyeluruh atas kinerja BUMD serta pengelolaan aset.

“Kita tidak bisa lagi andalkan DAU dan DAK dari pusat. Kalau Kepri ingin mandiri dan mampu membiayai pembangunan sendiri, maka PAD harus menjadi prioritas nomor satu,” pungkasnya.

Hingga berita ini terbit, tim redaksi Ulasfakta masih menunggu tanggapan resmi dari Biro Ekonomi dan Kepala Bappeda Provinsi Kepri atas desakan yang disampaikan DPRD.

Sementara itu, apakah Pemprov akan menjawab tantangan ini dengan kebijakan konkret, atau terus terseret dalam krisis fiskal yang berulang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *