KP2MI Jalin Kerja Sama dengan PWKI untuk Tingkatkan Perlindungan Pekerja Migran, Fokus pada Perempuan dan Anak

Ulasfakta – Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) resmi menjalin kemitraan strategis dengan Persatuan Wanita Kristen Indonesia (PWKI) melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU) di Hotel Pacific Batam pada Kamis, 24 April 2025. Kerja sama ini bertujuan untuk memperkuat perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia, terutama perempuan dan anak, dengan melibatkan peran aktif organisasi masyarakat sipil.

Menteri KP2MI, Abdul Kadir Karding, menegaskan bahwa masalah pekerja migran yang semakin kompleks memerlukan kolaborasi lintas sektor. Menurutnya, kementerian tidak dapat menyelesaikan masalah ini sendirian.

“Kita perlu melibatkan berbagai pihak, baik itu kementerian lain, ormas, maupun komunitas masyarakat. Semua harus turut berperan dalam penguatan sistem perlindungan ini,” ujar Karding.

Ia juga menyampaikan bahwa PWKI memiliki potensi yang sangat besar dalam mendukung sosialisasi prosedur keberangkatan pekerja migran dan memberikan pendampingan di berbagai bidang, seperti ekonomi, hukum, pengasuhan anak, dan penguatan keluarga.

“PWKI adalah organisasi yang solid, aktif, dan memiliki pengalaman langsung di lapangan. Kami yakin mereka akan menjadi mitra yang sangat berharga dalam memperkuat sistem perlindungan pekerja migran,” tambah Karding.

Saat ini, KP2MI telah bekerja sama dengan 12 kementerian dan sejumlah ormas besar seperti Muhammadiyah dan PBNU. Program kolaborasi ini juga diterapkan di wilayah-wilayah pengirim pekerja migran, seperti Jawa Timur, melalui program Desa Emas yang mencakup pemberdayaan ekonomi, kesejahteraan, dan kesehatan keluarga migran.

Pekerja Migran Terjebak di Jalur Resmi

Namun, keprihatinan muncul dari aktivis kemanusiaan di Kota Batam, Romo Chrisanctus Paschalis, yang menyoroti tingginya angka deportasi pekerja migran dari Malaysia yang justru banyak berangkat melalui jalur resmi.

“Tahun 2024, lebih dari 2.000 orang dideportasi. Ironisnya, sekitar 1.400 orang di antaranya berangkat melalui Pelabuhan Batam Center,” ungkap Romo.

Romo menjelaskan bahwa sindikat perdagangan manusia kini memanfaatkan jalur resmi, seperti pelabuhan, untuk menyamarkan keberangkatan non-prosedural dengan paspor biasa. Meskipun melalui jalur legal, pekerja migran ini justru terjebak dalam eksploitasi.

“Tahun ini, dari sekitar 1.400 orang yang dideportasi, 1.100 di antaranya berangkat melalui pelabuhan resmi, dan 800 orang di antaranya berasal dari Batam Center,” katanya.

Temuan ini telah dilaporkan kepada Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifatul Choiri Fauzi, yang juga hadir di Batam.

Potensi Pelabuhan Baru Sebagai Jalur Kejahatan Migrasi

Romo juga mengingatkan tentang potensi risiko yang muncul dari pelabuhan-pelabuhan baru, seperti Gold Coast Bengkong, yang dapat dimanfaatkan oleh sindikat perdagangan manusia.

“Kami sangat bersyukur Kapolri memberikan perhatian pada masalah ini. Pelabuhan baru bisa menjadi peluang ekonomi, namun juga bisa menjadi jalur baru bagi kejahatan migrasi,” ujarnya.

Ia mengakhiri dengan pesan kuat kepada pemerintah bahwa masalah ini hanya bisa diselesaikan jika menjadi prioritas nasional.

“Selama masalah ini tidak menjadi prioritas utama, kasus-kasus seperti ini akan terus berulang,” kata Romo menutup pembicaraan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *