Ulasfakta – Lonjakan harga santan di Pasar Tradisional Batam tak hanya menyulitkan pembeli, tetapi juga menghantam para pedagang kecil dan pelaku usaha mikro yang bergantung pada bahan tersebut. Kenaikan harga hingga hampir dua kali lipat memicu gelombang kekhawatiran di kalangan pelaku usaha kuliner, yang kini harus mencari cara untuk tetap bertahan.
Syifa, seorang pedagang santan di Pasar SP Sagulung, mengaku kesulitan mendapatkan stok kelapa dari pemasok di Guntung (Riau) dan Kuala Tungkal (Jambi). Kelangkaan bahan baku ini menyebabkan harga santan murni meroket dari Rp20 ribu menjadi Rp35 ribu per kilogram, sementara santan campuran naik dari Rp12 ribu menjadi Rp25 ribu.
“Penjualan turun drastis, dulu bisa menjual 100 kilogram per hari, sekarang di bawah 70 kilogram. Konsumen mulai mengurangi pembelian karena harga semakin mahal,” keluh Syifa.
Dampak paling terasa dirasakan oleh pelaku usaha kecil seperti Rosnina, pedagang makanan yang mengandalkan santan sebagai bahan utama. Ia terpaksa mencari alternatif, seperti membeli kelapa parut, demi menekan biaya produksi.
“Kami tak bisa menaikkan harga dagangan begitu saja, pelanggan pasti keberatan. Tapi kalau modal terus naik, kami juga yang rugi,” ungkapnya.
Fenomena ini memunculkan pertanyaan besar terkait distribusi kelapa di Indonesia. Meskipun ekspor kelapa telah berlangsung lama, baru kali ini pasokan dalam negeri begitu terganggu. Para pedagang dan pelaku usaha berharap pemerintah segera turun tangan untuk mengendalikan harga dan memastikan kelapa tetap tersedia bagi pasar domestik.
“Kami butuh solusi segera. Jika tidak, pedagang kecil seperti kami yang akan paling terdampak,” pungkas Rosnina.