Ulasfakta.co – Belanja Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau tahun ini tampaknya tak main-main. Dalam situs resmi pengadaan pemerintah, sirup.lkpp.go.id, Biro Kesra ini menyiapkan anggaran konsumsi hingga Rp4,6 miliar hanya untuk snack dan minuman rapat.
Judul paketnya terdengar biasa: “Belanja Makanan dan Minuman Rapat dan Aktivitas Lapangan.” Namun ketika deretan angka dijumlahkan, muncul fakta mencengangkan: total belanja konsumsi mencapai miliaran rupiah.
Ulasfakta menemukan enam paket pengadaan yang diajukan Biro Kesra, seluruhnya memakai metode e-purchasing—jalur cepat dalam katalog pengadaan yang legal tapi sepi transparansi.
Rapat dan Roti di Kantor Gubernur
Paket-paket itu berderet rapi. Nilainya bervariasi, mulai dari Rp160 juta hingga lebih dari Rp1 miliar. Semuanya mengarah pada satu objek: konsumsi rapat.
Tiga paket utama terdeteksi:
Rp261 juta untuk kegiatan lapangan bidang pendidikan, Rp781 juta untuk makanan-minuman rapat dari tiga pos anggaran berbeda, Rp160 juta untuk konsumsi kegiatan spiritual.
Jika dijumlahkan, anggaran total untuk konsumsi menyentuh lebih dari Rp1,2 miliar. Dan ini baru sebagian dari rencana besar yang totalnya mencapai Rp4,6 miliar.
Masalahnya, e-purchasing tidak mewajibkan keterangan rinci. Satu kalimat “1 paket snack rapat” sudah cukup untuk mengucurkan dana ratusan juta. Tanpa daftar menu. Tanpa jumlah peserta. Tanpa batas porsi.
Logika yang Bikin Dahi Berkerut
Mari berhitung. Dengan dana Rp1,2 miliar dibagi dalam 260 hari kerja, maka setiap hari Biro Kesra “mengonsumsi” konsumsi senilai hampir Rp4,6 juta.
Jika harga maksimal snack menurut Permendagri 27/2021 adalah Rp15 ribu, artinya setiap hari ada sekitar 306 kotak snack yang harus dihidangkan.
Dan jika yang digunakan adalah harga tertinggi—Rp30 ribu per kotak—maka itu setara dengan lebih dari 26 ribu peserta rapat setahun, atau kira-kira empat bus besar per hari.
Biro ini memang bernama Kesejahteraan Rakyat. Tapi rakyat mana yang menikmati snack-nya?
Split Contract dan Ketiadaan Tender
Mahera Sovia, aktivis dari Revolusi Gerakan Mahasiswa (Revormasi), menyebut praktik ini sebagai indikasi klasik split contract—pemecahan satu belanja ke dalam beberapa paket agar nilai masing-masing tetap di bawah ambang tender.
“Dengan begitu, cukup pakai e-purchasing, tanpa tender terbuka. Kontrol publik atas harga dan volume menjadi longgar,” kata Mahera kepada Ulasfakta, Senin (19/5/2025).
Ia menyebut pengadaan konsumsi bukanlah kebutuhan mendesak pelayanan publik. “Ketika sektor dasar seperti pendidikan dan kesehatan masih kekurangan, anggaran snack miliaran rupiah justru mencerminkan miskin empati fiskal,” ujarnya.
“Ngopi Biaya Tinggi” di Tengah Krisis
Ironi ini makin tajam ketika diingat, Gubernur Kepulauan Riau, Ansar Ahmad berkali-kali menyerukan efisiensi dan refocusing anggaran ke sektor prioritas.
“Tapi di biro yang memanggul nama Kesejahteraan Rakyat, justru belanja konsumsi melonjak,” ucap Mahera.
Ia menyindir fenomena ini sebagai “NGOBI: Ngopi Biaya Tinggi.” “Saat rakyat susah beli beras, pemerintah malah anggarkan snack miliaran. Tanpa rincian, tanpa transparansi. Publik cuma diminta percaya,” katanya.
Empat Pertanyaan untuk Pemerintah
Mahera mendesak pemerintah daerah dan inspektorat untuk segera melakukan audit. Menurutnya, ada empat pertanyaan mendasar yang perlu dijawab:
1. Berapa jumlah kegiatan rapat/lapangan yang direncanakan?
2. Berapa peserta tiap kegiatan?
3. Berapa satuan harga snack di katalog LKPP?
4. Mengapa paket dengan objek sama tidak digabung untuk efisiensi?
“Tanpa jawaban jelas, publik wajar menduga ada yang tidak beres,” katanya.
Menunggu Klarifikasi, Menjaga Ingatan
Hingga berita ini diturunkan, Ulasfakta masih berusaha meminta tanggapan Kepala Biro Kesra berusaha dimintai tanggapan atas permintaan klarifikasi. Kalender sudah menunjukkan bulan Mei, dan paket konsumsi terbesar akan dieksekusi pada triwulan ketiga 2025.
Publik akan terus mengingat angka-angka ini. Sebab di tengah kondisi fiskal yang menekan, setiap rupiah APBD seharusnya berujung pada layanan publik, bukan pada kenyang di ruang rapat.
Ulasfakta akan terus mengikuti perkembangan kasus ini. Karena di balik tumpukan snack dan sisa kopi, bisa saja tersimpan skema sunyi penyalahgunaan anggaran yang selama ini luput dari sorotan.
(red)