Ulasfakta – Fenomena pungutan liar (pungli) dan permintaan jatah proyek oleh oknum organisasi masyarakat (Ormas) semakin meresahkan dunia usaha di Indonesia. Praktik ini tidak hanya membebani pelaku usaha, tetapi juga berpotensi menghambat investasi dan melemahkan daya saing ekonomi nasional.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, menegaskan bahwa keluhan dari para pelaku usaha mengenai aksi oknum ormas semakin meningkat. Modusnya beragam, mulai dari pungli berkedok “uang keamanan” hingga permintaan jatah proyek.
“Gangguan yang muncul akibat tindakan semacam ini dapat memicu peningkatan biaya berusaha, meningkatkan ketidakpastian dalam berbisnis, serta menurunkan kepercayaan investor,” kata Shinta dalam keterangannya pada Sabtu, 8 Maret 2025, dikutip dari CNBC Indonesia.
Menurutnya, praktik semacam ini dapat membuat investor berpikir ulang untuk menanamkan modal di Indonesia. Selain itu, biaya ekonomi yang ditimbulkan tidak kecil, karena pelaku usaha harus mengeluarkan dana tambahan yang seharusnya bisa digunakan untuk pengembangan bisnis.
Bisnis Tertekan, Daya Saing Indonesia Bisa Melemah
Fenomena ini bukan hanya berdampak pada satu sektor tertentu, tetapi juga merambah ke berbagai industri, dari sektor konstruksi, manufaktur, hingga perhotelan dan restoran.
Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani, mengungkapkan bahwa setiap tahun aksi pemalakan oleh oknum ormas semakin terasa, terutama menjelang Hari Raya Idul Fitri, di mana mereka meminta dana tunjangan hari raya (THR) dari para pengusaha.
“Biasanya dari perusahaan sih menyiapkan ya. Tapi kembali lagi, situasi dan kondisi tiap daerah beda-beda,” ujar Hariyadi.
Menurutnya, di daerah dengan tingkat masalah sosial yang tinggi, pengusaha sering kali terpaksa mengalokasikan dana khusus untuk menghadapi permintaan semacam itu demi menjaga kelangsungan bisnis mereka.
Regulasi Diperlukan untuk Lindungi Dunia Usaha
Para pelaku usaha berharap pemerintah dan aparat penegak hukum mengambil langkah tegas untuk menghentikan praktik ini. Jika dibiarkan berlarut-larut, dampaknya bisa semakin luas, termasuk menurunnya daya saing Indonesia sebagai tujuan investasi global.
“Negara harus hadir untuk memastikan dunia usaha dapat berjalan dengan kepastian hukum, tanpa ada intervensi dari pihak-pihak yang tidak berwenang,” tegas Shinta.
Selain penegakan hukum, diperlukan juga kebijakan yang lebih ketat untuk mencegah aksi premanisme berkedok ormas. Dunia usaha menginginkan kebijakan yang melindungi mereka dari segala bentuk tekanan yang berpotensi merugikan pertumbuhan ekonomi nasional.
Jika tidak ada tindakan tegas, Indonesia berisiko kehilangan momentum sebagai salah satu destinasi investasi yang menarik di kawasan Asia Tenggara.