Ulasfakta – Sementara Presiden Prabowo Subianto baru saja melantik 481 bupati dan wali kota serta 33 gubernur, agenda retret kepala daerah yang digelar di Akademi Militer (AKMIL) Magelang kini memicu perdebatan. Di satu sisi, retret ini dinilai sebagai investasi untuk mengkonsolidasikan kepemimpinan baru melalui pelatihan, pembentukan tim, dan peningkatan moral. Di sisi lain, para pengamat mempertanyakan apakah waktu yang dipilih – menjelang Ramadan – tepat untuk meninggalkan tugas-tugas pemerintahan, mengingat tantangan krusial seperti kesiapan stok pangan, pengendalian inflasi, dan antisipasi arus mudik.
Kompleks AKMIL Magelang yang terletak di ketinggian 400 meter, dikelilingi oleh Gunung Merapi, Merbabu, Sumbing, Sindoro, dan Tidar, menjadi latar retret selama 21-28 Februari 2025. Di sana, para kepala daerah akan menginap bersama dalam tenda, sebagai bagian dari program pembekalan yang diharapkan dapat mempererat kerja sama antar daerah.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, menegaskan bahwa retret ini merupakan langkah efisiensi.
“Kini kepala daerah tidak perlu mengikuti dua rangkaian diklat terpisah dari Kemendagri dan Lemhanas. Dengan retret, semua materi pelatihan disatukan, sehingga prosesnya lebih hemat waktu dan biaya,” ujar Hasan Nasbi di Jakarta Pusat, Jumat (14/2/2025).
Meski demikian, peneliti dari Next Policy, Shofie Azzahrah, mengkritik momentum retret yang digelar tepat menjelang Ramadan.
“Fase awal kepemimpinan seharusnya difokuskan pada konsolidasi internal dan penyusunan strategi prioritas, terutama mengingat tantangan mendesak yang harus segera ditangani di daerah, seperti kesiapan stok pangan dan pengendalian inflasi,” ujar Shofie, Selasa (18/2/2025).
Dalam pertemuan retret, para kepala daerah pun diharapkan bisa berbagi pikiran dan mempelajari keterampilan baru untuk mengelola pemerintahan. Namun, kritikus mengkhawatirkan bahwa absennya kepala daerah dari tugas operasional selama retret dapat menunda respon terhadap permasalahan lokal yang mendesak.
Di balik biaya yang diperkirakan mencapai Rp2.750.000 per hari per kepala daerah (total sekitar Rp11,1 miliar, belum termasuk biaya lainnya), para pejabat menekankan bahwa retret ini adalah bagian dari mandat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang mengamanatkan pelatihan intensif bagi kepala daerah terpilih.
Retret ini, yang dipandang sebagai upaya untuk memperkuat kepemimpinan secara internal, kini mengundang pro dan kontra. Apakah ini akan membawa transformasi positif dan efisiensi dalam pemerintahan daerah, atau justru menjadi momen di mana pemimpin baru terlambat merespon permasalahan di lapangan? Waktu dan hasil evaluasi retret yang akan datang diperkirakan menjadi penentu.