Ulasfakta – Drama memanas terjadi saat konferensi pers pemusnahan sabu seberat 2 ton di Batam, Kepulauan Riau. Tiga dari enam tersangka kasus penyelundupan narkoba internasional ini tiba-tiba meneriakkan bahwa mereka hanyalah korban jebakan.
“Kami dijebak! Kami dijebak!” teriak mereka dalam kondisi menangis histeris, Kamis (12/6), di tengah kerumunan media yang meliput proses pemusnahan narkoba di Alun-Alun Engku Puteri, Batam.
Seruan itu sontak menyita perhatian. Ketiganya, untuk pertama kalinya diperlihatkan ke publik tanpa penutup wajah, bersama tiga tersangka lainnya dalam kasus yang mencatatkan rekor penggagalan narkotika laut terbesar di Indonesia.
Para tersangka adalah empat WNI bernama Fandi Ramdani, Leo Chandra Samosir, Richard Halomoan, dan Hasiholan Samosir, serta dua WNA asal Thailand, Teerapong Lekprabude dan Werapat Phong Wan. Mereka adalah awak kapal Sea Dragon yang ditangkap saat membawa 67 kardus berisi sabu kristal dari laut internasional menuju Indonesia.
Yang mengejutkan, para tersangka juga menyebut satu nama: Jackie Tan — sosok yang disinyalir sebagai pihak yang menjebak mereka. Nama ini bukan asing dalam catatan penyelidikan.
Jackie Tan disebut dalam laporan hasil kolaborasi internasional antara BNN RI, DEA Amerika Serikat, Narcotics Suppression Bureau Thailand, dan Kepolisian Thailand. Ia diduga kuat satu jaringan dengan sosok-sosok lain seperti Captain Tui, Mr. Tan, dan Tan Zen, yang kini telah masuk dalam daftar buronan internasional BNN.
BNN Tegaskan Tak Ada Rekayasa, Pengakuan Pelaku Dikonfirmasi dengan Bukti dan Akal Sehat
Menanggapi klaim dijebak itu, Kepala BNN RI Komjen Pol Martinus Hukom bersikap tegas. Ia menyatakan bahwa seluruh proses penangkapan dilakukan berdasarkan fakta hukum dan logika publik yang bisa dicerna secara jernih.
“Kalau mereka naik kapal resmi, seharusnya berangkat dari pelabuhan resmi juga. Tapi mereka mengambil barang di tengah laut. Logikanya sudah jelas, ini bukan kegiatan legal,” kata Martinus di hadapan wartawan.
Martinus menjelaskan, pengungkapan kasus ini merupakan bagian dari operasi besar membongkar jaringan internasional jalur laut Andaman – Kalimantan – Indonesia, yang selama ini menjadi rute favorit kartel narkotika lintas negara.
“Jika dua ton sabu ini berhasil lolos, Indonesia dan negara tetangga seperti Malaysia bisa kebanjiran sabu. Ini soal keamanan regional,” tegasnya.
Dari hasil analisa, petugas menemukan kesamaan pada kemasan sabu dengan kasus sebelumnya. Sabu dibungkus rapi dalam plastik teh hijau merek Guanyinwang, yang diketahui berasal dari satu pabrik di wilayah segitiga emas Asia Tenggara.
“Kami sedang memburu pengendali utama yang diduga beroperasi dari wilayah konflik di Myanmar. Tapi itu tak mudah, karena mereka dilindungi kelompok bersenjata,” ungkap Martinus.
BNN akan melibatkan BAIS, BIN, TNI, Polri, hingga lembaga intelijen regional dari Thailand, Malaysia, dan Kamboja untuk menangkap jaringan utama yang diyakini masih aktif memproduksi dan mengedarkan sabu.
Martinus menyebut, keberhasilan penggagalan ini bukan hanya soal jumlah barang, tapi soal nyawa anak bangsa yang terselamatkan.
“Satu gram sabu bisa disalahgunakan oleh empat orang. Artinya, dua ton sabu ini bisa meracuni delapan juta orang jika berhasil beredar di pasaran,” ujarnya.
Tersangka Terancam Hukuman Mati
Para pelaku kini mendekam di balik jeruji dengan jeratan berat. Mereka dijerat Pasal 114 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) dan Pasal 112 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Sementara itu, pemusnahan simbolik 30 kg sabu telah dilakukan di depan publik, disaksikan langsung oleh aparat gabungan, sedangkan sisanya dimusnahkan di kawasan Kargo Kabil, pada hari yang sama.