Ulasfakta – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dana kontribusi wisata mangrove yang menjerat tujuh pejabat di Kabupaten Bintan kembali bergulir di Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Rabu (11/6/2025). Dalam sidang yang beragendakan pembacaan pleidoi, para terdakwa melalui tim kuasa hukum memohon agar dilepaskan dari seluruh tuntutan hukum.
Ketujuh terdakwa antara lain Herika Silvia, Sri Heny Utami, Julpri Ardani, Herman Junaidi, La Anip, Mazlan, dan Khairuddin. Mereka merupakan mantan camat, kepala desa, dan lurah yang terlibat dalam struktur Komite Pengawasan Wisata Mangrove di kawasan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan.
Pleidoi, Tidak Ada Niat Jahat, Hanya Menjalankan Tugas
Dalam pembelaannya, penasihat hukum dari Pindina Law Office & Partners yang dipimpin Sesa Praty Pindina, S.H., M.H., menyatakan bahwa para kliennya bukanlah pengambil keputusan strategis, melainkan hanya menjalankan tugas administratif berdasarkan arahan atasan.
“Klien kami tidak punya posisi eksekutif untuk menentukan arah kebijakan. Mereka hanya pelaksana, bukan penginisiasi dana kontribusi tersebut,” tegas Sesa di hadapan majelis hakim.
Ia menambahkan, kebijakan kontribusi dana justru berasal dari pihak PT Bintan Resort Cakrawala (PT BRC) yang mengajukannya kepada Pemkab Bintan, dan ditindaklanjuti melalui SK pembentukan komite pengawasan.
Kuitansi Jadi Bukti, Bukan Bukti Kesalahan
Salah satu poin yang disoroti dalam pleidoi adalah soal keberadaan kuitansi penerimaan dana kontribusi yang kini dijadikan barang bukti oleh jaksa. Menurut Sesa, justru karena ada kuitansi itulah menunjukkan bahwa tidak ada niat menyembunyikan dana, apalagi menyalahgunakannya.
“Kalau mereka berniat melanggar hukum, tentu tidak akan membuat kuitansi resmi. Ini bentuk pertanggungjawaban moral meski secara aturan tidak ada keharusan membuat LPJ,” imbuhnya.
Selain pembelaan hukum, beberapa terdakwa juga menyampaikan pembelaan pribadi di hadapan majelis hakim. Herika Silvia mengaku bahwa dana yang diterimanya digunakan untuk mendukung kegiatan sosial masyarakat, bukan untuk kepentingan pribadi. Hal senada juga disampaikan oleh Sri Heny Utami dan Herman Junaidi, yang meminta dibebaskan demi hukum.
Tuntutan Jaksa, 1,5 Tahun Penjara dan Denda Variatif
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Bintan menuntut ketujuh terdakwa dengan hukuman penjara selama 1 tahun 6 bulan dan denda bervariasi antara Rp50 juta hingga Rp150 juta. Mereka dinilai melanggar Pasal 11 Undang-Undang Tipikor junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Berikut rincian tuntutan:
Herika Silvia: Rp50 juta atau 1 bulan kurungan
Sri Heny Utami: Rp150 juta atau 5 bulan kurungan
Julpri Ardani: Rp80 juta atau 4 bulan kurungan
Herman Junaidi: Rp50 juta atau 3 bulan kurungan
La Anip: Rp80 juta atau 4 bulan kurungan
Khairuddin: Rp50 juta atau 3 bulan kurungan
Mazlan: Rp50 juta atau 3 bulan kurungan
Sidang Dilanjutkan 23 Juni untuk Replik Jaksa
Ketua Majelis Hakim Boy Syailendra yang memimpin jalannya persidangan menyatakan akan menunda putusan hingga sidang selanjutnya, yakni pada 23 Juni 2025. Sidang berikutnya akan mendengarkan tanggapan atau replik dari Jaksa Penuntut Umum atas pembelaan para terdakwa.
Perkara ini menjadi sorotan publik Bintan karena berkaitan dengan pengelolaan dana kontribusi wisata yang semestinya mendukung ekowisata namun kini justru berujung ke meja hijau. Banyak kalangan berharap agar proses hukum ini mampu memberikan kejelasan sekaligus keadilan bagi semua pihak yang terlibat.