Ulasfakta.co – Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau kembali menjadi sorotan publik usai belanja konsumsi yang mencapai Rp4,6 miliar sepanjang tahun anggaran 2025. Anggaran fantastis ini tercatat di laman resmi sirup.lkpp.go.id dalam pos “Belanja Makanan dan Minuman Rapat dan Aktivitas Lapangan”.

Kepala Biro Kesra Provinsi Kepri, Aiyub, memberikan klarifikasi bahwa anggaran tersebut digunakan untuk mendukung berbagai kegiatan keagamaan besar.

“Kegiatan tabligh akbar setiap hari besar Islam — Muharram, MTQ kabupaten/kota, bulan suci Ramadan — bukan untuk makan-minum rapat biasa. Ada beberapa komponen,” ujar Aiyub melalui panggilan WhatsApp, Senin (19/5/2025).

Namun, pernyataan tersebut tidak menjelaskan mengapa seluruh transaksi tetap diklasifikasikan sebagai belanja makanan dan minuman rapat, tanpa rincian jumlah peserta, menu, atau tanggal kegiatan.

Hitungan yang Mencurigakan

UlasFakta mencatat, dari enam paket e-purchasing yang terdaftar, tiga paket terbesar meliputi:

Rp781 juta untuk “snack rapat”
Rp261 juta untuk “kegiatan lapangan bidang pendidikan”
Rp160 juta untuk “kegiatan spiritual”

Total sementara mencapai Rp1,2 miliar. Jika dibagi 260 hari kerja, maka belanja konsumsi per hari mencapai Rp4,6 juta. Dengan harga snack Rp15 ribu sesuai Permendagri No. 27/2021, berarti setara dengan 306 kotak snack per hari. Bahkan dengan harga tertinggi katalog Rp30 ribu, masih setara 153 kotak — melebihi kapasitas empat kali ruang rapat Kantor Gubernur.

Dugaan Split Contract dan Minim Transparansi

Paket-paket belanja tersebut dipecah di bawah ambang batas tender dan menggunakan sistem e-purchasing melalui katalog LKPP. Praktik ini sah secara aturan, namun dinilai minim transparansi. Mahera Sovia, aktivis dari gerakan Revormasi, menyebut pola ini sebagai klasik split contract.

“Sekali klik katalog, uang ratusan juta cair, publik cuma baca kalimat ‘1 paket snack’. Ini ‘NGOBI’: Ngopi Biaya Tinggi. Saat rakyat menjerit harga beras, APBD habis untuk roti dan kopi ruang rapat,” ujar Mahera.

Ia menantang Pemprov Kepri menjawab empat pertanyaan mendasar: jumlah kegiatan, jumlah peserta, harga satuan konsumsi, dan alasan pemecahan paket yang tidak efisien.

Kontradiksi dengan Seruan Efisiensi Gubernur

Ironisnya, anggaran jumbo ini muncul di tengah seruan efisiensi oleh Gubernur Kepri, Ansar Ahmad. Sementara program-program untuk masyarakat banyak harus direfocusing, Biro Kesra justru mencatat lonjakan belanja konsumsi.

Dokumen pelaksanaan salah satu paket terbesar senilai Rp1,05 miliar dijadwalkan baru akan dieksekusi pada triwulan III tahun 2025, namun hingga kini belum ada penjelasan rinci.

Publik Menanti Kejelasan, Bukan Retorika

Tanpa transparansi data, klaim penggunaan untuk “tabligh akbar” justru memperbesar tanda tanya. Apakah setiap hari besar Islam membutuhkan snack hingga miliaran rupiah? Di mana lokasinya, berapa peserta, siapa penyedia jasa konsumsi, dan berapa harga per porsinya?

Selagi jawaban-jawaban itu belum muncul, lonjakan anggaran Biro Kesra Kepri tetap terlihat tidak wajar dan membuka potensi kebocoran dana publik. Publik kini menunggu transparansi nyata, bukan sekadar narasi pembelaan.

(red)