Ulasfakta – Rencana Pemerintah Kota Tanjungpinang untuk merampingkan jumlah Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) menuai beragam respons di masyarakat. Kebijakan ini disebut sebagai langkah penyesuaian terhadap regulasi pusat, namun juga memunculkan kekhawatiran soal keterwakilan warga di tingkat terbawah pemerintahan.
Anggota DPRD Kota Tanjungpinang, Dicky Novalino, menjelaskan bahwa wacana pengurangan jumlah RT/RW bukanlah sekadar keputusan sepihak, melainkan hasil evaluasi terhadap ketidaksesuaian antara Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2021 dan Permendagri Nomor 18 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) dan Lembaga Adat Desa (LAD).
“Permendagri secara tegas menyebut bahwa pengaturan soal LKD dan LAD harus melalui Peraturan Wali Kota atau Bupati, bukan perda. Maka perda lama perlu disesuaikan,” kata Dicky saat dikonfirmasi, Jumat (13/6/2025).
Perda 10/2021 sendiri dulunya diusulkan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pemberdayaan Masyarakat (BP3). Namun, karena regulasi tersebut dinilai tidak selaras dengan aturan nasional, kini Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait tengah mengajukan revisi agar regulasi lokal tidak bertabrakan dengan payung hukum pusat.
Pengurangan RT/RW, Langkah Strategis atau Pemangkasan Fungsional?
Dicky menambahkan bahwa pengurangan jumlah RT/RW ini merupakan bagian dari strategi efisiensi kelembagaan, yang diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pelayanan publik di tingkat lingkungan.
“Tujuan utamanya bukan menghapus peran masyarakat, tapi menyederhanakan struktur agar koordinasi lebih cepat dan pelayanan lebih efisien,” jelasnya.
Namun demikian, Dicky tidak menampik bahwa berbagai aspirasi dan kekhawatiran telah disampaikan oleh masyarakat, terutama dari para pengurus RT/RW yang terdampak langsung. Evaluasi kebijakan ini, menurutnya, akan tetap dilakukan seiring pelaksanaan di lapangan.
“Kami terbuka terhadap masukan. Semua aspirasi akan menjadi bahan penting dalam pembahasan lanjutan, agar pelaksanaannya tidak justru menimbulkan masalah baru,” ujar Dicky.
Dari 800 Menjadi 400, Imbas pada Representasi dan Anggaran
Sementara itu, Wali Kota Tanjungpinang Lis Darmansyah menegaskan bahwa kebijakan ini juga mempertimbangkan kondisi keuangan daerah. Saat ini, jumlah RT/RW di Tanjungpinang tercatat lebih dari 800 orang, dan rencana ke depan diperkirakan akan memangkasnya menjadi sekitar 400 orang.
“Penataan ini tidak hanya soal efisiensi struktur, tetapi juga karena keterbatasan anggaran. Kami tidak mampu menjalankan program peningkatan pendapatan RT/RW dalam jumlah sebanyak itu,” kata Lis.
Wali kota juga menekankan bahwa keberadaan RT/RW tetap penting, namun harus disesuaikan dengan daya dukung fiskal dan ketentuan hukum yang berlaku.
“Kami masih menunggu hasil pembahasan dengan DPRD Tanjungpinang untuk menentukan langkah selanjutnya,” tutupnya.
Tinggalkan Balasan