Ulasfakta — Sore itu langit di atas Pelabuhan ASDP Tanjung Uban tampak tenang, namun ada yang tak biasa di antara deretan kendaraan yang baru saja turun dari kapal roro asal Batam. Sebuah mobil Toyota Kijang Innova berwarna gelap tampak mencuri perhatian petugas Bea Cukai Tanjungpinang, pada Jumat (20/6/2025).
Bukan karena jenis mobilnya, melainkan karena gerak-gerik sopirnya yang terlihat gelisah saat sejumlah poster menurunkan kardus-kardus besar dari kapal dan memuatnya ke dalam mobil tersebut.
Seorang petugas yang berjaga memutuskan untuk mendekat dan meminta izin memeriksa isi muatan. Namun, sang sopir, yang kemudian diketahui berinisial AOES, justru menolak dengan dalih tidak membawa dokumen lengkap.
Menimbang situasi yang mencurigakan, petugas pun memanggil Babinsa setempat. Sekitar pukul 15.00 WIB, pemeriksaan bersama dilakukan, dan hasilnya mengejutkan, 10 kardus rokok ilegal berbagai merek tanpa cukai resmi ditemukan tersembunyi dalam kendaraan.
“Petugas mencurigai aktivitas pemuatan dan memutuskan memeriksa. Sopir sempat menolak diperiksa, namun setelah dikoordinasikan dengan Babinsa, kami temukan mobil tersebut mengangkut 10 kardus rokok ilegal,” ungkap Ade Novan, Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan Bea Cukai Tanjungpinang, kepada redaksi Ulasfakta, Sabtu (21/6).

Mobil, barang bukti, serta pelaku kini diamankan untuk proses penyidikan lebih lanjut. Rokok ilegal tersebut diperkirakan akan ditetapkan sebagai barang milik negara.
Namun penangkapan ini hanyalah bagian kecil dari persoalan besar yang mulai terkuak, adanya dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang telah lama menghantui sopir angkutan barang yang melintasi jalur pelabuhan Batam—Tanjung Uban.
“Koordinasi” yang Mahal, Sistem Baru Usai Pergantian Kepala Bea Cukai
Berdasarkan penelusuran tim redaksi Ulasfakta, sejumlah sopir yang kerap membawa sembako dan barang kebutuhan pokok dari Batam ke Bintan dan sekitarnya mengaku keberatan dengan sistem pungutan baru yang belakangan disebut sebagai “uang koordinasi”.
“Dulu kami bayar bulanan, sekitar dua setengah juta rupiah, dan diselipkan di dokumen perjalanan. Sekarang harus bayar per trip, minimal tiga ratus ribu. Kalau bawa barang mahal bisa sampai sejuta lebih,” ujar salah satu sopir yang enggan disebut namanya.
Menurut para sopir, pungutan ini mulai berlaku usai pergantian pimpinan di Bea Cukai Batam. Sosok bernama Jhon, yang disebut sebagai “koordinator lapangan”, kini menjadi perantara utama dalam urusan lancarnya perjalanan kendaraan bermuatan di pelabuhan.
Rekening Atas Nama Sunarti, Lolosnya Barang Tergantung Setoran

Yang lebih mengherankan, para sopir menyebut bahwa uang koordinasi tidak diserahkan langsung di lokasi, melainkan ditransfer ke rekening atas nama seseorang bernama Sunarti.
Meski belum jelas apakah yang bersangkutan benar-benar terkait dengan institusi Bea Cukai, para sopir menyebut selama setor dilakukan, perjalanan mereka akan “lancar-lancar saja.”
“Bayangkan bang, satu hari bisa 50 kendaraan lewat. Kalau disamaratakan 300 ribu saja, berarti sudah belasan juta sehari,” keluh sopir lainnya dengan nada kesal.

Pungli ini tidak hanya membebani para sopir, namun juga membuka celah bagi masuknya barang-barang ilegal, termasuk rokok tanpa cukai seperti yang baru saja ditangkap di Tanjung Uban.
Celah di Sistem, Bea Cukai Diminta Bertindak Tegas
Hingga berita ini diterbitkan, tim Ulasfakta.co masih berupaya mendapatkan klarifikasi resmi dari Bea Cukai Batam terkait dugaan ini.
Para sopir berharap agar sistem lama yang lebih “manusiawi” dikembalikan. Mereka meminta ada kejelasan tarif dan prosedur yang transparan, serta penghentian praktik pungli yang menyengsarakan pengemudi kecil.
“Harapan kami cuma satu, jangan terlalu membebani. Kami ini sopir lepas, penghasilan pas-pasan. Kalau biaya koordinasi seperti ini terus, kami bisa-bisa tidak bawa pulang apa-apa,” ungkap salah seorang pengemudi.
Kasus rokok ilegal di ASDP Tanjung Uban hanyalah satu dari sekian banyak titik rawan distribusi ilegal yang lolos dari pengawasan, diduga karena praktik “setoran koordinasi” yang sudah sistemik. Pemerintah pusat dan aparat penegak hukum diminta tidak tinggal diam.
Tinggalkan Balasan