Ulasfakta – Kasus kekerasan terhadap asisten rumah tangga (ART) di kawasan elite Sukajadi, Kota Batam, Kepulauan Riau, menguak praktik penganiayaan keji yang mengguncang nurani publik.
Seorang perempuan muda berinisial ITN (22) diduga menjadi korban penyiksaan fisik dan psikis selama hampir satu tahun oleh dua majikannya.
Dua pelaku, perempuan berinisial R (53) dan M (20), telah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian. Korban ditemukan dalam kondisi sangat memprihatinkan, tubuh penuh luka, mengalami trauma berat, dan tidak pernah menerima upah selama bekerja.
“Korban bahkan dipaksa memakan kotoran anjing dan minum air dari kloset. Ia juga mengalami kekerasan di bagian tubuh sensitif,” ungkap Kasatreskrim Polresta Barelang, AKP Debby Tri Andrestian, Senin (23/6/2025).
Kasus ini terungkap setelah video kondisi korban beredar di media sosial. Penyelidikan cepat pun dilakukan. Kedua pelaku diamankan di lokasi kejadian, dan polisi turut menyita barang bukti termasuk benda-benda yang digunakan untuk menyiksa korban, serta tiga buku catatan, salah satunya disebut sebagai “buku dosa”.
Dalam buku itu, berbagai kesalahan korban ditulis secara rinci, disertai dengan hukuman, termasuk pemotongan gaji. Ironisnya, ITN diketahui belum pernah menerima bayaran sejak mulai bekerja.
“Gajinya Rp1,8 juta per bulan, tapi selama ini tidak dibayar. Ia juga bekerja tanpa melalui agen penyalur resmi,” tambah Debby.
Menurut polisi, kekerasan berawal dari kesalahan sepele, ITN lupa menutup kandang anjing milik majikannya, yang menyebabkan hewan peliharaan berkelahi. Sejak itu, perlakuan kejam mulai terjadi.
Mirisnya, M yang juga ART dan masih memiliki hubungan keluarga dengan korban, diduga turut menyiksa atas tekanan dan ancaman dari R. Ia bahkan diminta merekam aksi kekerasan sebagai alat intimidasi.
“M juga tidak digaji dan diancam jika tidak menuruti perintah,” ungkap Yosep Yingokodi, kerabat korban sekaligus Penasehat Paguyuban Keluarga (PK) Sumba.
Korban mengalami penderitaan berat sejak Juli 2024 hingga pertengahan Juni 2025. Selama itu, ia dikurung di dalam rumah, kekurangan gizi, mengalami kerontokan rambut, pendarahan otak, dan luka parah di area vital.
Kebebasan ITN datang setelah ia berhasil meminta bantuan tetangga melalui celah pintu. Ia meminjam ponsel dan mengirim foto kondisinya kepada keluarga di kampung. Respons cepat dari warga dan ketua RT akhirnya menyelamatkannya dan membawa kasus ini ke ranah hukum.
Upaya Hukum dan Seruan Keadilan
Polisi telah menjerat dua tersangka dengan Pasal 44 Ayat (2) UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukuman maksimalnya mencapai 10 tahun penjara atau denda hingga Rp30 juta.
Sementara itu, penyidik masih mendalami dugaan keterlibatan suami R yang hingga kini belum diperiksa karena berada di luar kota. Dugaan pelecehan seksual terhadap korban juga tengah diselidiki lebih lanjut.
Dukungan terhadap korban terus berdatangan. Ketua PK Sumba, Yulius Wandabate, meminta agar hukum ditegakkan secara adil tanpa memandang latar belakang pelaku.
“Siapapun pelakunya, wajib dihukum seberat-beratnya. Kita tidak bisa membiarkan praktik kekerasan ini terus terjadi,” tegasnya.
Senada dengan itu, aktivis kemanusiaan dan Ketua Jaringan Safe Migran Batam, Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus (Romo Paschal), menyebut peristiwa ini sebagai kejahatan luar batas kemanusiaan.
“Memaksa seseorang makan kotoran, memukul kemaluan, menyebutnya binatang — ini bukan sekadar penganiayaan, ini kebiadaban. Negara harus hadir memberikan perlindungan nyata bagi pekerja domestik,” ujarnya.
Kini, ITN tengah menjalani pemulihan secara medis dan psikologis. Harapan publik mengarah pada penegakan hukum yang tegas dan menyeluruh, serta perlindungan lebih baik bagi para pekerja rumah tangga di seluruh Indonesia.
Tinggalkan Balasan