Ulasfakta – Kasus kekerasan terhadap seorang asisten rumah tangga (ART) bernama Intan (22) di kawasan Bukit Golf Residence 1, Sukajadi, Kota Batam, terus menuai perhatian publik. Tragedi ini menjadi sorotan setelah beredar video kondisi korban yang mengalami luka parah akibat diduga disiksa majikannya selama hampir setahun.

Merespons kasus tersebut, Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kepulauan Riau, Lagat Siadari, menegaskan pentingnya penegakan hukum secara tegas dan tanpa pandang bulu terhadap para pelaku.

“Minimnya pengawasan terhadap pekerja rumah tangga, khususnya yang bekerja di sektor informal, membuat mereka rentan jadi korban kekerasan. Kalau tidak ada laporan dari korban atau keluarganya, kasus-kasus seperti ini nyaris tidak terdeteksi,” ujar Lagat, Kamis (26/6/2025).

Lagat mengaku prihatin dengan kondisi yang dialami Intan. Ia menyebut kejadian ini sebagai cerminan buruk praktik perbudakan modern yang masih terjadi di Batam.

“Kita semua terguncang melihat kondisi korban. Dari luka-luka yang tampak di video, sangat jelas ini bentuk kekerasan yang keji. Ini harus jadi pelajaran serius agar kasus serupa tidak terulang,” tegasnya.

Ombudsman juga akan menelusuri apakah Intan direkrut melalui jalur resmi atau tidak. Menurut Lagat, jika perekrutan dilakukan secara personal tanpa melalui lembaga penyalur resmi, maka masyarakat perlu diberi pemahaman terkait hak-hak dan perlindungan bagi ART.

“Kalau proses perekrutannya informal, harus ada edukasi ke masyarakat. Baik calon majikan maupun pekerja rumah tangga wajib memahami hak dan kewajibannya,” sambungnya.

Lagat juga meminta aparat penegak hukum memastikan penanganan kasus dilakukan secara transparan dan akuntabel.

“Kami akan berkoordinasi agar proses penyidikan dan penuntasan kasus ini diawasi dengan baik. Masyarakat berhak tahu agar kejadian ini menjadi pembelajaran dan peringatan keras bagi majikan lain,” kata Lagat.

Dukungan penegakan hukum tegas juga disampaikan oleh Sekretaris Daerah Provinsi Kepulauan Riau, Adi Prihantara. Ia menilai, dalam kasus ini, aspek kemanusiaan dan keadilan harus dikedepankan.

“Penegakan hukum harus segera dilakukan, supaya ada rasa keadilan bagi korban. Perlakuan tidak manusiawi seperti ini tidak boleh dibiarkan,” tegas Adi.

Diketahui, Polresta Barelang telah menetapkan dua tersangka, yakni R (53), majikan korban, dan M (20), sepupu korban yang juga bekerja sebagai ART. Keduanya diduga terlibat dalam aksi penyiksaan yang berlangsung hampir satu tahun.

Korban mengalami berbagai bentuk kekerasan, mulai dari pemukulan, penyiksaan fisik, hingga dipaksa makan kotoran anjing dan minum air dari kloset. Intan juga dikurung di rumah, tidak diberi gaji, mengalami malnutrisi, serta luka serius di tubuhnya.

Ironisnya, salah satu pemicu penyiksaan tersebut adalah kesalahan sepele, seperti lupa menutup kandang anjing. Polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk ‘buku dosa’ berisi catatan kesalahan korban yang dijadikan alasan untuk menyiksanya.

Kasus ini terungkap setelah Intan berhasil meminta pertolongan dari tetangga, yang kemudian melaporkannya ke RT dan pihak kepolisian. Kedua tersangka kini dijerat dengan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.

Masyarakat dan sejumlah tokoh di Batam mendesak agar proses hukum berjalan transparan dan pelaku dijatuhi hukuman berat atas tindakan keji yang mereka lakukan.