Ulasfakta – Dari kejauhan, debu dan deru alat berat jadi pemandangan biasa di kawasan Teluk Mata Ikan, Nongsa, Batam. Tapi di balik hiruk-pikuk pembangunan itu, ada yang perlahan tenggelam, kolam-kolam ikan patin milik warga yang rusak diterjang lumpur.

Hari itu, Jumat (27/6/2025), sekelompok petani mendatangi area proyek cut and fill yang diduga dikelola PT Sri Indah. Mereka tak datang dengan batu atau spanduk besar. Mereka datang membawa harapan, ingin bicara, ingin didengar.

Namun, tak satu pun perwakilan perusahaan muncul. Yang mereka temui hanya deretan pekerja dan alat berat yang masih sibuk menggali tanah.

“Kami datang bukan mau ribut. Kami cuma mau dialog. Tapi mana mereka?” ucap Krisyuantoro, petani lokal yang kolamnya rusak karena limpasan lumpur saat hujan.

Aparat Polda Kepri Menenangkan Keresahan Para Petani Patin yang Merugi. (Foto: Tim/ulf)

Kemarahan yang tertahan itu akhirnya meledak. Warga menghentikan sementara operasional alat berat. Suasana memanas. Hingga aparat dari Polda Kepri turun tangan meredakan situasi. Ironisnya, proyek tersebut hanya selemparan batu dari markas besar mereka sendiri.

Menurut warga, lumpur dari proyek mengalir ke kolam saat hujan, merusak tujuh kolam budidaya. Kerugian ditaksir lebih dari Rp500 juta.

Satu kolam bisa panen 10 ton. Tapi kami ditawar ganti rugi cuma Rp3 juta. Itu penghinaan,” kata Romi Lubis, petani lainnya yang terdampak.

Tampak Kawasan Hutan setelah di Babat yang dikelola oleh PT. Sri Indah. (Foto: Tim/ulf)

Konflik ini mengundang perhatian HNSI Nongsa (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia). Ketua Ranting, Herri Santoni, langsung turun mendampingi petani.

“Kami tidak menolak pembangunan. Tapi jangan lupakan petani kecil yang hidup dari kolam-kolam itu. Mereka punya legalitas. Usaha mereka sah,” ujarnya lantang.

Pihak kepolisian disebut tengah memfasilitasi upaya mediasi. Namun, warga mengaku sudah terlalu sering menunggu tanpa hasil.

“Kami ini bukan penghalang kemajuan. Kami cuma minta keadilan. Jangan sampai pemerintah buta terhadap yang kecil,” tutur Krisyuantoro dengan mata yang mulai memerah.

Di tengah geliat pembangunan Batam sebagai kawasan strategis, kejadian di Teluk Mata Ikan menyiratkan pertanyaan besar, secepat apa kita membangun, dan siapa yang diam-diam kita tinggalkan? (Ap)