Kabupaten Bintan, 3 Juli 2025 – Upaya warga Toapaya, Tanjung Pinang, untuk mencari keadilan terkait dampak operasional PT Japfa kini memasuki babak baru. Setelah serangkaian aduan di tingkat Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) tidak membuahkan hasil, masyarakat yang diwakili oleh Bapak Sahlan dan Ibu Mariana, bertekad mengajukan gugatan langsung ke pemerintah pusat.
Dalam sebuah pertemuan dengan sejumlah mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) pada Kamis sore (3/7), Bapak Sahlan menjelaskan bahwa seluruh dokumen dan data yang diperlukan untuk gugatan tersebut telah rampung dipersiapkan. “Kami sudah berupaya ke pemerintah provinsi, namun tidak ada tanggapan serius. Oleh karena itu, kami putuskan untuk membawa permasalahan ini ke tingkat pusat, berkas-berkas sudah siap,” ujar Bapak Sahlan.
Ibu Mariana, yang juga merupakan penggerak utama penolakan dampak PT Japfa di Toapaya, menambahkan bahwa keberadaan perusahaan tersebut telah menimbulkan berbagai masalah bagi masyarakat sekitar, mulai dari dugaan pencemaran lingkungan hingga gangguan kesehatan karena banyak lalat yang berkerumun hingga menyebabkan masakan yang dimasak bertelur lalat dan akhirnya berulat.
Ibu Mariana juga mengatakan mereka merasa ditipu terkait pembangunan PT Japfa seolah-olah ada permainan di belakang.
Kehadiran tiga mahasiswa UMRAH, yakni Ronald Fauziandi, Heni Hardianti, dan Rani Medisa, dalam diskusi tersebut turut memberikan perspektif terhadap penanganan kasus ini.
Kata Ronald Fauziandi, “Fenomena ini mengindikasikan adanya disfungsi dalam mekanisme pengawasan dan penegakan hukum di tingkat daerah. Ketika aspirasi masyarakat tidak tersalurkan dan direspons secara memadai oleh pemerintah daerah, wajar jika masyarakat mencari jalur hukum yang lebih tinggi. Ini menjadi catatan penting bagi birokrasi lokal untuk lebih responsif dan transparan dalam menangani keluhan publik terkait investasi dan industri.”
“Kasus PT Japfa di Toapaya tidak hanya tentang dampak lingkungan semata, namun juga mencerminkan ketimpangan kekuatan antara korporasi besar dan masyarakat lokal. Peran pemerintah seharusnya menjadi penyeimbang dan pelindung hak-hak warga, bukan sebaliknya. Penting untuk meninjau ulang izin-izin yang diberikan serta memastikan kepatuhan perusahaan terhadap standar lingkungan dan sosial yang berlaku.” Ujar Heni Hardianti.
Rani Medisa juga mengatakan, “Langkah Bapak Sahlan untuk mengajukan gugatan ke pusat merupakan bentuk ‘citizen lawsuit’ yang patut diapresiasi, menunjukkan kesadaran hukum masyarakat yang semakin tinggi. Namun, ini juga menjadi ironi bagi sistem pemerintahan kita. Seharusnya, permasalahan ini dapat diselesaikan di tingkat daerah melalui mediasi atau kebijakan pro-rakyat, tanpa harus menunggu eskalasi hingga ke pusat. Ini mengindikasikan adanya celah dalam tata kelola pemerintahan di daerah.”
Perjuangan warga Toapaya ini diharapkan dapat menjadi momentum bagi perbaikan tata kelola lingkungan dan industri di daerah, serta peningkatan akuntabilitas pemerintah dalam melindungi hak-hak warganya. Masyarakat Toapaya kini menanti dengan harap-harap cemas hasil dari gugatan yang akan mereka ajukan ke pemerintah pusat.
Tinggalkan Balasan