Ulasfakta.co – Merasa dirugikan, Ratih Seftiariski kembali memperjuangkan keadilan dalam sengketa Perumahan Graha Nesa. Rabu, 6 Agustus 2025, ia mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas perkara perdata yang menimpanya ke Pengadilan Negeri Tanjungpinang.

Ratih merupakan salah satu pembeli rumah di Perumahan Graha Nesa, Jalan Panglima Dompak, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Proyek perumahan tersebut dikembangkan PT Triputra Danesa, namun hingga kini tak kunjung terealisasi.

“Saya sudah rugi secara finansial, juga harus menghadapi gugatan balik dan laporan pencemaran nama baik, hanya karena menuntut hak saya,” ujar Ratih di PN Tanjungpinang, didampingi kuasa hukumnya Roy R Jack Toar Kuhon dan Musrini Rahmayanti.

Ratih justru dilaporkan balik oleh DS, Direktur PT Triputra Danesa, usai dirinya melaporkan dugaan penipuan ke kepolisian. “Saya dilaporkan atas pencemaran nama baik. Saya yang melapor, malah jadi terlapor,” katanya.

Ia menyebut masih banyak konsumen lain yang mengalami nasib serupa, namun memilih diam. “Mereka takut. Saya maju karena tak ingin ada korban lagi,” ujarnya.

Bukti Baru dalam PK

Kuasa hukum Ratih menyebut PK ini diajukan karena terdapat kekeliruan dalam penilaian kerugian pada putusan sebelumnya. Mereka juga menyertakan novum atau bukti baru.

“Bukti ini belum pernah disampaikan sebelumnya, termasuk keterangan saksi langsung dari Ibu Ratih,” kata Jack.

Di tingkat pertama, hakim menyatakan Ratih mengalami kerugian lebih dari Rp700 juta. Namun dalam putusan banding dan kasasi, nilai kerugian yang diakui hanya Rp204 juta. “Putusan itu tak mencerminkan keadilan. Padahal dari awal hingga kasasi, DS tetap dinyatakan wanprestasi,” ujarnya.

Rumah Tak Pernah Dibangun

Sengketa ini berawal pada 2016, saat Ratih membeli rumah senilai Rp326 juta melalui skema pengikatan jual beli. Ia sempat menolak menandatangani perjanjian karena tak sesuai, namun diyakinkan oleh DS bahwa dokumen akan direvisi.

“Nyatanya, rumah tak dibangun dan perjanjian tak pernah direvisi,” kata Ratih.

Pada 2020, DS menandatangani surat pernyataan yang mengakui kerugian Ratih sebesar Rp388 juta. Ia juga berjanji memberikan rumah pengganti atau mencicil kerugian selama dua tahun. “Janji itu tak satu pun ditepati,” kata Ratih.

Laporan Ratih ke Polresta Tanjungpinang dilakukan pada Mei 2022. DS sempat ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pada Juli 2024. Namun hingga kini, berkas perkara belum dinyatakan lengkap (P21).

“Saya berharap hukum tidak tumpul. Penegak hukum harus menuntaskan kasus ini,” ujar Ratih.

Sebelumnya diberitakan, sekitar 10 orang warga di Perumahan Graha Nesa, Jalan Panglima Dompak, Tanjungpinang, Kepulauan Riau, menuntut tanggung jawab ke developer perumahan itu.

Jack Kuhon, kuasa hukum salah satu korban atas nama Ratih Seftiariski, menjelaskan bahwa rumah kliennya itu tidak diselesaikan pembangunannya oleh developer.

“Ini objeknya (rumah) tidak diselesaikan oleh developer terhadap klien saya,” tegasnya di lokasi, Kamis, 10 Juli 2025 kemarin.

Suami Ratih Seftiariski, Nurhidayat saat menunjuk objek rumahnya yang hingga kini belum juga selesai. Foto: isk

Jack menyebut developer perumahan itu berinisial DS, PT Triputra Danesa Perum Graha Nesa. Korbannya diduga ada sekitar 10 orang.

Dari jumlah warga yang sudah mengalami kerugian materi ini, ada yang sudah terima rumah, tapi sertifikatnya masih dijaminkan ke perbankan oleh diduga DS selaku developer.

“Pengambilan rumah oleh warga ada yang kes bertahap dan ada juga KPR lewat bank,” tuturnya.

Di sisi lain, Jack mengungkapkan hanya kliennya yang menempuh jalur hukum. Sisanya belum.

“Beberapa warga ada yang belum menempuh jalur hukum. Cuma ada satu yang menempuh jalur hukum yaitu klien kami atas nama Ratih Seftiariski,” jelasnya.

Perkara tersebut kini sudah naik ke Pengadilan Negeri ke tingkat Banding dan Kasasi.

“Tingkat Pengadilan Negeri dengan nomor 70/PDT.G/2023/PN Tpg Jo,” katanya.

Kata Jack, sampai saat ini belum ada tanggung jawab dari developer yang sudah berjalan kurang lebih 12 tahun terhadap kliennya.

“Belum terselesaikan,” ucapnya.

Dia berharap persoalan tersebut segera diselesaikan oleh developer. Karena, tegas Jack, perkara sudah naik ke pengadilan, mendapat putusan yang seadil-adilnya.

Pemerintah daerah khususnya pemerintah kota juga diminta menyelesaikan masalah ini. Karena, dalam pembangunan perumahan ada IMB.

“Wali kota, DPRD, pejabat-pejabat atau instansi lainnya yang punya kewenangan diharapkan menyelesaikan persoalan ini. Kami mohon bantuannya untuk penyelesaian secara baik terhadap developer. Sudah 12 tahun developer menzolimi masyarakat,” tutupnya.

Sementara itu, pengembang perumahan berinisial DS dari PT Triputra Danesa Perum Graha Nesa dikonfirmasi ulasfakta menyebut perkara sudah dibawa ke ranah hukum.

“Masalahnya sudah dibawa ke ranah hukum oleh yang bersangkutan, masih nunggu,” kata DS kemarin.