Ulasfakta.co – Peredaran rokok ilegal di Kepulauan Riau, khususnya Tanjungpinang, bukanlah cerita baru. Dengan merek-merek yang asing di pasaran resmi, produk-produk tanpa pita cukai itu tetap menjadi primadona di kalangan perokok.
Harganya yang murah, meski tak menjamin kualitas, tetap menggoda bak ratu yang memesona di balik tabir gelap perdagangan gelap.
Di warung-warung kopi, rokok tanpa cukai tampak lebih mendominasi dibanding produk legal. Tak sedikit perokok yang menjatuhkan bungkus rokok ilegal di atas meja, sebuah kebanggaan terselubung, meski secara hukum rokok itu melanggar aturan.
Namun, bagi penikmat rokok legal, rokok tanpa cukai tak pernah jadi pilihan. “Soal rasa, lebih enak rokok resmi lah, Bang. Harganya mahal, kualitasnya juga pasti beda,” ujar seorang warga pengguna Sampoerna sambil tertawa kecil.
Meski dianggap kalah rasa dan mutu, rokok ilegal justru terus mengalami kenaikan harga. Permintaan tinggi, sementara pengawasan diperketat, membuat distribusinya tak semudah dulu. Harga pun merangkak naik, dari sebelumnya Rp9.000–Rp11.000 per bungkus, kini tembus hingga Rp17.000, bahkan lebih.
“Padahal rokok ini enggak bayar cukai, tapi harganya naik terus. Aneh juga,” kata seorang konsumen rokok ilegal yang ditemui di kawasan Batu 9, Tanjungpinang.
Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran di masyarakat. Tak sedikit yang menduga ada pihak-pihak yang bermain di balik mulusnya arus distribusi rokok ilegal, mulai dari produsen, distributor, hingga oknum tertentu. Desakan kepada pemerintah dan penegak hukum pun menguat: jangan tutup mata.
“Kalau memang serius, harusnya bisa diberantas. Kami tahu ada oknum yang sengaja membiarkan. Negara rugi, rakyat juga,” ucap seorang warga.

Cengkeraman yang Menggurita
Bea Cukai bersama aparat gabungan memang kerap melakukan razia dan penyitaan. Namun, rokok tanpa pita cukai tetap mudah ditemukan di Tanjungpinang hingga Batam. Bahkan, harga rokok ilegal kini nyaris menyamai rokok legal. Hal ini menunjukkan adanya permainan harga dalam rantai distribusi.
Salah satu pedagang di sebuah pasar menyebut, kenaikan harga tak lepas dari kesulitan pasokan. “Permintaan tinggi, tapi barang susah masuk karena banyak razia. Mungkin itu penyebabnya,” ujarnya.
Masyarakat berharap, pemerintah tak sekadar melakukan razia sesaat. Tapi juga menindak tegas para pelaku yang bermain di balik layar. Jika perlu, bongkar jaringan distribusinya hingga ke akar.
“Pemerintah punya sumber daya, tinggal kemauan. Kalau serius, sebenarnya mudah saja memberantasnya,” kata seorang warga.
Dampak Serius
Kerugian akibat peredaran rokok ilegal tidak kecil. Negara kehilangan penerimaan cukai hingga triliunan rupiah setiap tahun. Persaingan pun menjadi tidak sehat. Produsen resmi yang membayar pajak harus bersaing dengan harga murah yang tidak adil.
Tak hanya itu, peredaran rokok ilegal berpotensi membuka celah bagi kejahatan ekonomi lainnya seperti penyelundupan dan pemalsuan dokumen. Tanpa pengawasan mutu, risiko kesehatan pun meningkat. Kandungan zat berbahaya di dalam rokok ilegal bisa melebihi batas aman.
Langkah Tegas yang Dinanti
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terus menggencarkan razia, edukasi, dan penerapan teknologi dalam pengawasan pita cukai. Namun, persoalan tak akan selesai jika hanya berhenti di penjual kaki lima.
Jaringan distribusi harus diputus, pelaku utama harus ditangkap, dan yang paling penting oknum yang bermain harus ditindak. Tanpa itu, persoalan rokok ilegal akan terus jadi lingkaran tak berujung.
Masyarakat pun diminta lebih bijak. Tidak mendukung rokok ilegal berarti menjaga keadilan dalam usaha, mendukung pemasukan negara, serta menjamin produk yang dikonsumsi lebih aman.
Sejumlah merek yang kerap ditemukan di pasaran antara lain Rexo Bold, Manchester, Luffman, Rave, HD, Rave Ice Menthol Blast, Ofo Bold, Maxxis, Xpro, T3, Ray, Ufo Mind, Extra, Envio, UN, Vilaz, hingga H-Mind Bold, semuanya tanpa pita cukai resmi, namun tetap laris manis di pasaran.
Tinggalkan Balasan