Ulasfakta – Hipertensi dan diabetes melitus terus menjadi perhatian serius pemerintah, baik secara global, nasional, maupun di tingkat daerah. Dua penyakit tidak menular ini dikenal sebagai silent killer karena sering tidak menunjukkan gejala pada tahap awal, namun berpotensi menimbulkan komplikasi mematikan seperti stroke, serangan jantung, gagal ginjal, hingga kematian dini.

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2021, lebih dari 1,28 miliar orang di dunia hidup dengan hipertensi. Sementara International Diabetes Federation (IDF) mencatat, terdapat 537 juta penderita diabetes usia 20–79 tahun, dengan proyeksi meningkat menjadi 643 juta pada 2030.

Di Indonesia, laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan prevalensi hipertensi mencapai 34,1 persen, sedangkan diabetes melitus sebesar 10,9 persen pada penduduk usia di atas 15 tahun. Angka ini menandakan bahwa hipertensi dan diabetes menjadi masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan penanganan menyeluruh.

Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Tanjungpinang, Rustam, SKM, M.Si, mengungkapkan bahwa kasus hipertensi dan diabetes di Tanjungpinang mengalami tren kenaikan dari tahun ke tahun. Menurutnya, pola hidup tidak sehat, kurang aktivitas fisik, merokok, serta rendahnya konsumsi buah dan sayur menjadi faktor dominan.

“Hipertensi dan diabetes tidak bisa dipandang sebelah mata. Jika tidak dikendalikan sejak dini, keduanya bisa menimbulkan komplikasi berat yang membahayakan jiwa. Karena itu, masyarakat harus lebih peduli melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin,” ujar Rustam, Senin (11/8/2025), di Tanjungpinang.

 

Skrining Deteksi Dini Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular Melalui Pemeriksaan Tekanan Darah & Pengukuran Kadar Gula Darah pada Program (Pemeriksaan Kesehatan Gratis ( PKG). (Foto: Ist)

Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang telah melakukan berbagai langkah strategis untuk menekan laju peningkatan kasus. Salah satunya melalui Road Show Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) yang digelar tiga kali setiap bulan untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya gaya hidup sehat.

Selain itu, skrining faktor risiko penyakit tidak menular dilakukan secara masif, menyasar usia 15 tahun ke atas. Kegiatan skrining tidak hanya berlangsung di puskesmas, tetapi juga menjangkau perkantoran, pabrik, perusahaan, komunitas, sekolah, hingga kampus.

Bagi pasien yang sudah terdiagnosis hipertensi maupun diabetes, Dinkes Tanjungpinang memberlakukan sistem kartu kendali untuk memastikan pasien tidak putus obat. Bahkan, untuk lansia yang kesulitan datang ke fasilitas kesehatan, obat diantar langsung ke rumah oleh petugas.

Upaya lain dilakukan melalui penyuluhan kesehatan secara konsisten, baik melalui media cetak maupun elektronik, agar masyarakat semakin sadar tentang risiko dan pencegahan penyakit ini.

Rustam menjelaskan, hipertensi adalah kondisi medis ketika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg berdasarkan pengukuran berulang. Faktor risiko hipertensi terbagi menjadi dua, yakni faktor yang tidak dapat diubah seperti usia dan genetik, serta faktor yang bisa diubah seperti pola makan tinggi garam, obesitas, merokok, stres, dan konsumsi alkohol.

Jika tidak dikendalikan, hipertensi bisa merusak organ vital seperti jantung, otak, ginjal, hingga mata. Dampaknya bisa berupa gagal jantung, stroke, gagal ginjal kronis, dan kebutaan akibat retinopati hipertensi.

Sementara itu, diabetes melitus adalah penyakit metabolik kronis yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah akibat gangguan produksi atau kerja insulin. Terdapat tiga tipe diabetes, yaitu tipe 1, tipe 2 (paling banyak, 90–95 persen kasus), dan diabetes gestasional yang muncul saat kehamilan.

Faktor risiko diabetes antara lain obesitas, pola makan tinggi gula dan lemak, riwayat keluarga, kurang aktivitas fisik, hipertensi, serta gangguan lipid darah. Jika tidak terkendali, diabetes dapat menimbulkan komplikasi mikrovaskular (kerusakan mata, ginjal, saraf) maupun makrovaskular (serangan jantung, stroke, penyakit pembuluh darah perifer).

Rustam menekankan bahwa hipertensi dan diabetes saling berkaitan karena memiliki faktor risiko yang sama. Kombinasi keduanya meningkatkan risiko komplikasi serius yang memperburuk kualitas hidup pasien.

“Pasien diabetes lebih rentan mengalami hipertensi, dan sebaliknya. Bila keduanya diderita bersamaan, maka risikonya jauh lebih besar. Itulah sebabnya pengendalian gaya hidup sehat, deteksi dini, dan kepatuhan minum obat menjadi kunci pencegahan komplikasi,” jelasnya.

Sebagai langkah pencegahan, masyarakat dianjurkan mengonsumsi makanan sehat rendah garam, gula, dan lemak jenuh, berolahraga 150 menit per minggu, menjaga berat badan ideal, serta berhenti merokok. Pemeriksaan tekanan darah dan gula darah secara rutin juga sangat disarankan, khususnya bagi mereka yang memiliki faktor risiko.

Melalui upaya promotif, preventif, hingga kuratif yang dijalankan, Dinkes Tanjungpinang berharap angka hipertensi dan diabetes dapat ditekan. Kolaborasi pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat dinilai sangat penting untuk menciptakan generasi yang lebih sehat di masa depan.