Ulasfakta – Di balik hiruk pikuk pesatnya perkembangan kota Tanjungpinang, pemerintah daerah setempat terus memupuk sebuah harapan besar: menjadikan ibu kota Provinsi Kepulauan Riau ini bebas dari HIV dan AIDS. Komitmen itu tidak hanya sebatas slogan, melainkan diwujudkan melalui serangkaian langkah nyata yang melibatkan lintas sektor, organisasi masyarakat, tenaga kesehatan, hingga komunitas akar rumput.

Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Tanjungpinang, Rustam, SKM, M.Si, menegaskan bahwa isu HIV/AIDS bukan sekadar urusan kesehatan, melainkan juga persoalan sosial dan kemanusiaan.

“Kesehatan masyarakat adalah prioritas utama pembangunan daerah. Karena itu, kita harus pastikan setiap warga mendapat akses layanan yang adil, tanpa stigma, dan berkesinambungan,” ujar Rustam dalam keterangannya, Senin (1/9/2025).

Rustam mengungkapkan, masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Stigma dan diskriminasi terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) masih menjadi momok. Bahkan, sebagian penderita enggan memeriksakan diri karena takut dihakimi.

“Inilah salah satu pekerjaan rumah terbesar kita. Masyarakat harus paham bahwa ODHA punya hak yang sama untuk hidup sehat dan produktif,” katanya.

Pemeriksaan Kesehatan dan Skrining HIV pada Pekerja Hotel, Restoran dan Tempat Hiburan yang ada di Kota Tanjungpinang. (Foto: ist)

Selain itu, rendahnya kesadaran masyarakat terkait perilaku berisiko juga menjadi faktor penyumbang penularan. Pengetahuan tentang pencegahan HIV, penggunaan kondom, maupun bahaya narkoba suntik masih terbatas.

“Kita tidak bisa menutup mata. Edukasi harus diperluas agar masyarakat berani mengambil keputusan sehat untuk dirinya dan lingkungannya,” katanya.

Deteksi dini juga masih belum optimal. Banyak penderita baru ditemukan saat sudah berada pada stadium lanjut. Kondisi ini menyulitkan proses pengobatan dan memperbesar beban biaya. Karena itu, Rustam menekankan pentingnya fasilitas tes HIV yang mudah, aman, dan rahasia. “Semakin cepat diketahui, semakin besar peluang untuk hidup sehat lebih lama,” jelasnya.

Di Tanjungpinang, pemerintah telah menyediakan 11 layanan pemeriksaan dan konseling HIV yang tersebar di delapan puskesmas dan tiga rumah sakit. Hingga Agustus 2025, sebanyak 11.463 orang telah menjalani tes, dengan temuan 63 kasus baru HIV. Angka ini menunjukkan penurunan sekitar 30 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Rustam menyambut baik capaian itu, meski tetap mengingatkan agar tidak lengah. Ia mengatakan penurunan kasus memang menggembirakan, tapi perjuangan belum selesai karena masih ada kelompok rentan yang perlu dijangkau secara intensif.

Mobile Skrining HIV di Rumah Tahanan Tanjungpinang bersama mitra peduli HIV Kota Tanjungpinang Yayasan Embun Pelangi. (Foto: Ist)

Kelompok rentan yang dimaksud antara lain pekerja seks, lelaki seks dengan lelaki (LSL), pengguna narkoba suntik, waria, dan pasangan mereka. Stigma sosial membuat mereka kerap menutup diri. “Kita harus hadir dengan pendekatan yang lebih humanis, bukan menghakimi. Justru kita ingin melindungi mereka agar tidak menjadi mata rantai penyebaran baru,” tambah Rustam.

Pemerintah Kota Tanjungpinang juga memastikan ketersediaan obat antiretroviral (ARV). Hingga tahun ini, sebanyak 711 ODHA sudah menjalani terapi ARV dengan pendampingan di layanan PDP (Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan) yang tersebar di puskesmas maupun rumah sakit.

“ARV bukan hanya obat, tapi juga harapan. Dengan kepatuhan terapi, ODHA bisa tetap produktif dan berkontribusi bagi masyarakat,” tutur Rustam. Ia menambahkan bahwa dukungan psikososial sama pentingnya dengan obat itu sendiri, agar pasien tidak merasa sendirian menghadapi tantangan.

Dalam perjalanannya, Pemko Tanjungpinang tidak bergerak sendiri. Sejumlah yayasan dan komunitas ikut ambil bagian, mulai dari Yayasan Kompak, Embun Pelangi, PKBI, Kasih Suwitno, hingga Kanti Sehati Sejati. Mereka melakukan penjangkauan, pendampingan, hingga mengedukasi kelompok rentan.

Baru-baru ini, Yayasan Kasih Suwitno bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kepri dan Tanjungpinang menggelar pelatihan untuk memperkuat layanan HIV dan IMS. Dokter, perawat, tenaga farmasi, hingga petugas laboratorium ikut dibekali keterampilan agar pelayanan semakin komprehensif.

Rustam menilai kolaborasi ini sebagai energi besar. Ia mengatakan tanpa dukungan komunitas dan mitra pembangunan, program pemerintah tidak akan maksimal. Sinergi inilah yang harus dirawat bersama

Lebih jauh, Rustam mengaitkan upaya ini dengan target global Eliminasi HIV/AIDS 2030 melalui capaian 95-95-95: 95 persen ODHA mengetahui statusnya, 95 persen yang positif menjalani pengobatan, dan 95 persen dari mereka berhasil menekan jumlah virus hingga tidak terdeteksi.

Ia juga mengingatkan pentingnya peran masyarakat luas karena pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Menurutnya, pencapaian Tanjungpinang bebas HIV/AIDS membutuhkan kepedulian semua pihak. Mulai dari melakukan tes sukarela, menjauhi perilaku berisiko, menghentikan stigma, hingga menjadi agen perubahan di lingkungan masing-masing.

Rustam mengatakan dengan semangat kebersamaan, Tanjungpinang optimis melangkah menuju masa depan yang lebih sehat. “Mari kita buktikan bahwa Tanjungpinang mampu berdiri sebagai kota yang sehat, produktif, dan bebas dari HIV/AIDS. Bersama, kita pasti bisa,” katanya.