Ulasfakta.co – Kabupaten Bintan, yang dahulu dikenal sebagai surga wisata dengan keindahan alamnya, kini menghadapi ancaman serius akibat maraknya pertambangan pasir ilegal.
Bukit-bukit hijau yang dulunya menjadi pemandangan khas, kini berubah menjadi lubang-lubang raksasa yang ditinggalkan begitu saja oleh para penambang.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar: Siapa yang bertanggung jawab atas kerusakan alam di Bintan?
Eksploitasi Tak Terkendali: Keuntungan di Atas Kelestarian Alam
Tambang pasir ilegal telah merusak ekosistem secara masif. Tanah yang dulunya subur kini berubah menjadi danau-danau buatan dengan air keruh yang diduga mengandung zat berbahaya.
Selain itu, erosi tanah, hilangnya habitat ikan, dan meningkatnya risiko banjir semakin memperparah kondisi lingkungan.
Menurut investigasi, aktivitas pertambangan ilegal ini diduga dijalankan oleh oknum tertentu demi keuntungan pribadi.
Para penambang yang sebagian besar berasal dari kalangan masyarakat ekonomi lemah, mengaku tidak punya pilihan lain selain bekerja di sektor ini.
“Dulu kami bisa bertani, tapi sekarang tanahnya sudah tidak bisa digunakan lagi. Kami juga tidak punya pekerjaan lain,” ungkap seorang warga yang enggan disebut namanya.
Di sisi lain, pasir dari Kabupaten Bintan terkenal memiliki kualitas tinggi, sehingga permintaan pasar tetap tinggi, baik untuk kebutuhan lokal maupun ekspor.
Akibatnya, meskipun telah ada beberapa upaya penertiban, aktivitas tambang pasir ilegal tetap marak terjadi.
Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum: Kurang Tegas atau Ada Permainan?
Pemerintah daerah dan pihak terkait sebenarnya telah melakukan beberapa kali operasi penertiban terhadap tambang pasir ilegal. Alat berat dan mesin penyedot pasir pernah disita, bahkan beberapa lokasi tambang sempat ditutup.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa aktivitas ini terus berlangsung seakan-akan tidak ada pengawasan serius.
Menurut Aktivis Lingkungan, Hermansyah, lemahnya penegakan hukum menjadi faktor utama sulitnya pemberantasan tambang pasir ilegal di Bintan.
“Selama permintaan akan pasir tetap tinggi dan pengawasan lemah, maka tambang pasir ilegal akan terus berjalan. Dibutuhkan tindakan tegas dan solusi jangka panjang,” tegasnya.
Di sisi lain, banyak pihak mempertanyakan apakah ada permainan antara penambang ilegal dengan pihak berwajib.
Hal ini semakin menguatkan dugaan adanya pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari lemahnya pengawasan di sektor ini.
Solusi: Siapa yang Harus Bertindak?
Masyarakat Bintan kini menuntut jawaban: Siapa yang akan bertanggung jawab atas kerusakan alam ini?
• Pemerintah daerah perlu mengambil langkah tegas untuk menutup tambang pasir ilegal dan mereklamasi lahan yang telah rusak.
• Aparat penegak hukum harus benar-benar serius dalam menindak oknum yang terlibat dalam praktik ilegal ini, tanpa pandang bulu.
• Masyarakat lokal juga perlu mendapatkan solusi ekonomi alternatif, sehingga mereka tidak bergantung pada pekerjaan tambang ilegal.
Beberapa daerah di Indonesia telah berhasil mereklamasi lahan bekas tambang dan mengubahnya menjadi kawasan hijau atau destinasi wisata baru.
Jika Bintan ingin mempertahankan identitasnya sebagai daerah wisata unggulan, maka langkah-langkah serupa harus segera dilakukan.
Jika tidak ada tindakan nyata, Kabupaten Bintan yang dulu dikenal dengan keindahannya akan kehilangan pesonanya dan hanya akan dikenang sebagai “Kawasan Sejuta Lubang.”
Masyarakat kini hanya bisa bertanya: Apakah pemerintah dan aparat berwajib akan benar-benar bertindak, atau akan terus membiarkan kerusakan ini terjadi?
1 Komentar
Harus di kawal terus….