Ulasfakta.co – Kabupaten Bintan kembali menjadi sorotan. Maraknya aktivitas tambang pasir ilegal di daerah ini semakin mengkhawatirkan.
Yang lebih ironis, setiap kali pemberitaan terkait aktivitas ilegal ini mencuat, para pelaku tambang buru-buru menutup operasi mereka.
Namun, begitu pemberitaan mereda, tambang kembali beroperasi seolah-olah tidak pernah ada tindakan sebelumnya.
Fenomena ini menimbulkan tanda tanya besar: Apakah penutupan tambang selama ini hanya sekadar sandiwara?
Strategi Lama: Sembunyi Saat Sorotan, Beraksi Saat Sepi
Sudah menjadi pola yang berulang—begitu media menyoroti tambang pasir ilegal di Bintan, aktivitas langsung dihentikan.
Sejumlah alat berat dan mesin penyedot pasir ditarik dari lokasi. Para pekerja pun menghilang. Namun, keadaan ini hanya berlangsung sementara.
Saat pemberitaan mulai mereda dan perhatian publik beralih ke isu lain, aktivitas tambang kembali berjalan dengan mulus.
Warga sekitar yang mengetahui praktik ini merasa geram. Seorang warga yang enggan disebut namanya mengungkapkan bahwa penambang ilegal seolah-olah memiliki informasi kapan harus berhenti dan kapan bisa kembali beroperasi.
“Mereka (penambang) seperti tahu kapan harus berhenti. Begitu ada pemberitaan, mereka tutup. Tapi, kalau situasi mulai tenang, mereka mulai lagi. Seakan-akan ada yang memberi tahu mereka kapan harus waspada,” ujar warga tersebut.
Tak hanya itu, lokasi tambang yang sudah ditutup pun sering kali kembali dibuka dengan cara yang lebih cerdik.
Para pelaku tambang beralih ke titik baru yang lebih sulit dijangkau, atau mereka menyamarkan aktivitasnya dengan berbagai cara agar tidak terdeteksi oleh aparat maupun media.
Dampak Lingkungan yang Kian Parah
Eksploitasi tambang pasir ilegal di Kabupaten Bintan terus memberikan dampak buruk bagi lingkungan.
Lubang-lubang besar yang ditinggalkan begitu saja menjadi genangan air yang berbahaya dan merusak ekosistem sekitar. Selain itu, tanah yang dulunya subur kini kehilangan daya dukungnya.
Beberapa nelayan di wilayah pesisir Bintan juga mengeluhkan bahwa hasil tangkapan mereka menurun drastis akibat sedimentasi pasir yang terbawa ke laut.
“Dulu, kami masih bisa mendapatkan ikan dengan mudah. Sekarang, air laut menjadi keruh dan ikan semakin sulit didapat,” ujar seorang nelayan di daerah Teluk Bakau.
Tak hanya itu, perubahan struktur tanah akibat tambang juga menyebabkan sumur warga mulai mengering. Kekhawatiran akan banjir juga meningkat karena wilayah resapan air semakin berkurang.
Lemahnya Penegakan Hukum: Ada Pembiaran?
Pemerintah daerah dan aparat penegak hukum sebenarnya telah melakukan berbagai upaya untuk menertibkan tambang pasir ilegal. Beberapa kali operasi penertiban dilakukan, alat berat disita, dan tambang-tambang ditutup.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa tambang ilegal tetap beroperasi, seolah-olah tidak ada efek jera sama sekali.
Aktivis lingkungan Hermansyah menilai bahwa lemahnya pengawasan dan tidak adanya tindakan tegas menjadi penyebab utama sulitnya menghentikan tambang pasir ilegal di Bintan.
“Selama tidak ada tindakan tegas dan hukuman yang benar-benar memberi efek jera, maka praktik ini akan terus terjadi. Tidak cukup hanya menutup tambang sementara, harus ada pengawasan berkelanjutan dan tindakan hukum yang nyata,” tegasnya.
Banyak pihak juga mempertanyakan apakah ada permainan di balik maraknya tambang ilegal ini.
Dugaan bahwa ada oknum yang membiarkan atau bahkan melindungi aktivitas ilegal ini semakin kuat.
Solusi: Haruskah Menunggu Bencana?
Masyarakat Bintan kini menuntut jawaban tegas: Siapa yang akan bertanggung jawab atas kerusakan alam ini?
Jika tambang pasir ilegal terus dibiarkan, maka Kabupaten Bintan akan kehilangan pesonanya sebagai destinasi wisata unggulan.
Tak hanya itu, dampak lingkungan yang diabaikan saat ini bisa menjadi bencana di masa depan.
Pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat harus segera bersatu untuk mengambil tindakan nyata. Jika tidak, maka Bintan akan terus dijuluki “Kawasan Sejuta Lubang,” bukan lagi karena keindahannya, melainkan karena eksploitasi yang tak terkendali.
Apakah pemerintah dan aparat hukum akan bertindak lebih serius? Atau, tambang pasir ilegal akan tetap menjadi rahasia umum yang dibiarkan terus berlanjut?
Tinggalkan Balasan