Ulasfakta.co – Kepolisian Resor (Polres) Bintan kembali melakukan inspeksi di beberapa lokasi yang diduga menjadi area pertambangan pasir ilegal di Kabupaten Bintan pada Rabu (9/3/2025).
Namun, hingga saat ini, publik masih mempertanyakan langkah konkret yang akan diambil: apakah hanya sebatas pengecekan, atau akan ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka?
Kasat Reskrim Polres Bintan, IPTU Fikri Rahmadi, melalui Kanit Tipiter, IPDA Ady Satrio Gustian, menyampaikan bahwa timnya turun langsung ke lapangan untuk memastikan kondisi terkini di beberapa titik yang dicurigai sebagai lokasi tambang pasir tanpa izin.
“Hari ini kami melakukan pengecekan terhadap beberapa lokasi yang diduga menjadi tempat aktivitas penambangan pasir ilegal di Kabupaten Bintan,” ujarnya.
Pengecekan dilakukan di enam lokasi berbeda, yakni:
• Dua lokasi di Kampung Galang Batang, Desa Gunung Kijang.
• Dua lokasi di Kampung Jeropet, Kelurahan Kawal.
• Dua lokasi di Kampung Lapangan, Desa Malang Rapat, Kecamatan Gunung Kijang.
Namun, dari hasil pemeriksaan di lapangan, Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Satreskrim Polres Bintan tidak menemukan adanya aktivitas tambang yang masih berjalan. Hanya ditemukan bekas galian yang diduga berasal dari kegiatan tambang pasir ilegal sebelumnya.

Siapa yang Bertanggung Jawab?
Hingga kini, belum ada pihak yang secara resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Meskipun tambang pasir ilegal di Bintan sudah menjadi masalah yang berlangsung lama, belum ada kejelasan mengenai siapa yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
Polisi sendiri menegaskan bahwa mereka berkomitmen untuk terus mengawasi dan menindak tegas praktik pertambangan ilegal.
Namun, pertanyaan besar tetap muncul: Jika memang tambang ilegal sudah merusak ekosistem secara luas, mengapa hingga kini belum ada proses hukum yang jelas terhadap para pelaku?
Aktivis Mahasiswa: Jangan Sampai Ada Pembiaran!
Aktivis mahasiswa sekaligus pemerhati lingkungan, Mahera Sovie, menyatakan bahwa pengecekan yang dilakukan aparat hanyalah langkah awal yang tidak cukup jika tidak diikuti dengan tindakan tegas.
“Kami menghargai upaya kepolisian dalam melakukan pengecekan, tapi masyarakat butuh kepastian. Jika memang ada aktivitas tambang ilegal sebelumnya, siapa pelakunya? Apakah mereka akan diproses hukum? Jangan sampai pengecekan ini hanya menjadi formalitas tanpa ada tindakan nyata,” tegas Mahera.
Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan pemerintah daerah dan penegakan hukum yang masih longgar.
Menurutnya, jika tidak ada langkah serius dalam menangani kasus ini, tambang pasir ilegal akan terus beroperasi secara sembunyi-sembunyi, merusak lingkungan, dan mengancam kehidupan masyarakat sekitar.
“Kami mahasiswa akan terus mengawal kasus ini. Jika dalam waktu dekat tidak ada kejelasan, kami tidak akan tinggal diam. Kami akan terus mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk bertindak, bukan hanya sekadar memeriksa lalu membiarkan kasus ini menguap begitu saja,” tutupnya.
Kasus tambang pasir ilegal di Bintan bukanlah hal baru. Sejumlah lokasi telah mengalami eksploitasi tanpa izin yang merusak ekosistem, meningkatkan risiko banjir, dan merugikan masyarakat.
Kini, masyarakat Bintan menanti jawaban tegas dari pemerintah dan aparat penegak hukum: Apakah kasus ini benar-benar akan diusut hingga tuntas, atau hanya sebatas pemeriksaan tanpa ada tersangka yang diproses hukum?
Jika langkah konkret tidak segera diambil, Bintan yang dahulu dikenal dengan keindahan alamnya bisa berubah menjadi wilayah yang rusak akibat pembiaran terhadap eksploitasi tambang ilegal.
Tinggalkan Balasan