Ulasfakta – Ketegangan mewarnai halaman depan Harmoni Suites Hotel Batam dalam dua hari terakhir. Puluhan karyawan turun ke jalan menggelar aksi unjuk rasa sebagai bentuk penolakan atas pemutusan hubungan kerja (PHK) yang mereka anggap dilakukan secara sepihak tanpa dasar yang jelas oleh pihak manajemen.

Hotel yang berlokasi strategis di pusat bisnis Nagoya, tepatnya di Jalan Imam Bonjol No. 1, menjadi sorotan usai keputusan PHK mendadak pada Jumat, 16 Mei 2025. Keputusan ini diumumkan pasca rapat kilat yang digelar pukul 15.30 WIB.

“Saya seperti disambar petir di tengah terik,” ujar Mulyono, sopir yang telah mengabdi selama puluhan tahun dan kini menjadi salah satu korban PHK.

“Tanpa ada peringatan, tanpa proses komunikasi yang layak, kami langsung diberhentikan. Kami punya keluarga yang harus kami hidupi. Ini sungguh kejam,” lanjutnya.

Diketahui lebih dari 50 karyawan menjadi korban, sebagian besar adalah anggota Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dari berbagai divisi—mulai dari housekeeping, keamanan, pengemudi, front office hingga keuangan. Mereka mencurigai adanya upaya sistematis pemberangusan serikat pekerja.

“Yang dipecat mayoritas dari kalangan berserikat. Ini terlalu kebetulan untuk dianggap wajar,” tambah Mulyono dengan nada tajam.

Tuntutan: Keadilan atau Pemenuhan Hak

Dalam orasi mereka, para pekerja menyampaikan dua tuntutan utama: dipekerjakan kembali seperti semula atau dipenuhi seluruh hak normatif sesuai ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Salah satu isu yang disorot adalah hak cuti besar (cuti panjang selama 30 hari) yang diklaim tidak pernah diberikan secara penuh.

“Kalau memang mereka tidak ingin kami bekerja lagi, setidaknya berikan hak kami secara adil. Jangan asal pecat,” tegas seorang pekerja lainnya.

Manajemen hotel sempat berdalih bahwa PHK dilakukan karena hotel sedang dalam masa renovasi. Namun alasan itu dinilai mengada-ada.

“Renovasi dari mana? Tamu masih berdatangan, kami para sopir masih mengantar dan menjemput seperti biasa. Tidak ada tanda-tanda hotel kesulitan finansial,” ujar Mulyono.

Menurutnya, jika benar hotel mengalami kerugian atau bahkan menuju kebangkrutan, maka harus ada transparansi dan proses hukum resmi yang mengiringi.

Mediasi dan Pemeriksaan Prosedural Disnaker

Aksi protes ini turut diiringi oleh proses mediasi antara pihak manajemen, perwakilan karyawan, dan Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Batam. Pertemuan itu mendapat pengawasan ketat dari aparat kepolisian.

Kepala Bidang Hubungan Industrial Disnaker Batam, Amuri, menyatakan bahwa hingga saat ini belum ditemukan bukti PHK yang sah secara administratif.

“PHK tidak bisa dilakukan sembarangan. Harus ada surat keputusan resmi, masa tunggu, dan pemenuhan hak-hak pekerja. Sampai sekarang dokumen itu belum kami terima,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa laporan kasus ini akan dibahas secara menyeluruh pada Senin, 26 Mei 2025, dengan merujuk pada Pasal 43 PP No. 35 Tahun 2021 tentang efisiensi perusahaan.

“Kami masih dalam tahap awal mediasi. Belum bisa disimpulkan ada pelanggaran,” tambahnya.

Amuri juga menepis klaim manajemen yang menyebut kondisi hotel sedang merugi. Menurutnya, tidak ada dokumen hukum yang menyatakan perusahaan dalam status pailit.

“Manajemen hanya mengaku mengalami kerugian, tanpa disertai dokumen resmi,” ucapnya.

Sementara itu, pihak manajemen hotel hingga kini belum memberikan pernyataan kepada media. Upaya wartawan untuk meminta konfirmasi tidak berhasil, dengan alasan manajemen belum dapat ditemui. Pihak keamanan hotel menutup akses komunikasi.

Para pekerja berharap pemerintah daerah hingga Presiden RI turun tangan menangani persoalan ini, serta memberikan keadilan bagi para korban PHK yang dinilai semena-mena. Dukungan dari organisasi buruh nasional dan pimpinan KSPSI juga sangat dinanti untuk memperkuat posisi mereka.