Ulasfakta – Rencana kenaikan tarif pass masuk Pelabuhan Internasional Sri Bintan Pura (SBP) yang digembar-gemborkan PT Pelindo akhirnya batal total.
Kebijakan yang awalnya disampaikan dengan penuh keyakinan justru berakhir tanpa realisasi, mencerminkan ketidaktegasan dan lemahnya perencanaan dari pihak pengelola pelabuhan.
Sebelumnya, PT Pelindo Cabang Tanjungpinang mengumumkan akan menaikkan tarif menjadi Rp100.000 untuk WNA dan Rp75.000 untuk WNI per 15 Maret 2025.
Kenaikan ini diklaim sebagai bagian dari peningkatan fasilitas dan kenyamanan penumpang.
Namun, ketika publik mulai mempertanyakan transparansi dan urgensi kenaikan tersebut, Pelindo justru melakukan manuver balik yang mengejutkan.
Saat dikonfirmasi, Utusan Khusus Eksekutif Director 1 PT Pelindo (Persero), Iwayan Wirawan, secara mendadak menyatakan bahwa kenaikan tarif batal dilakukan.
Sebagai gantinya, ia mengklaim bahwa pada 15 Maret hanya akan diberlakukan fasilitas porter gratis bagi penumpang yang membawa bagasi ke ponton.
“Tidak ada kenaikan tarif. Kami akan melihat situasi dan terus meningkatkan pelayanan. Untuk tanggal 15, yang kami launching adalah fasilitas porter gratis ke Ponton,” ujar Iwayan, seolah-olah publik bisa melupakan wacana kenaikan yang telah mereka umumkan sebelumnya.
Dari Kenaikan Tarif ke Fasilitas Gratis: Kebijakan Plin-plan Pelindo
Pernyataan ini jelas bertolak belakang dengan apa yang sebelumnya diungkapkan oleh Branch Manager PT Pelindo Multi Terminal Branch Tanjungpinang, Tonny Hendra Cahyadi. Pada 12 Maret 2025, Tonny secara gamblang menyebut bahwa kenaikan tarif tahap pertama akan mulai berlaku pada 15 Maret.
“Tahap pertama, tarif internasional yang akan naik dan mulai diberlakukan pada 15 Maret 2025,” tegasnya kala itu. Ia juga menyebut bahwa kenaikan ini dilakukan demi perbaikan akses dan fasilitas bagi penumpang.
Namun, hanya dalam hitungan hari, Pelindo justru menarik kembali keputusan tersebut tanpa penjelasan logis. Apakah ini akibat tekanan publik? Atau sekadar ketidaksiapan internal mereka sendiri?
Minim Transparansi, Keputusan Seperti Angin Lalu
Yang lebih mengejutkan, dalam pernyataan sebelumnya, Tonny sempat menegaskan bahwa kenaikan tarif ini tidak memerlukan persetujuan dari pemerintah daerah.
Namun, ia menyebut telah berkomunikasi dengan pihak terkait untuk memberitahukan rencana tersebut.
Jika memang keputusan tarif bisa dibuat sepihak oleh Pelindo, bagaimana mungkin kebijakan ini justru dibatalkan begitu saja tanpa alasan yang jelas? Keputusan ini semakin menunjukkan bahwa Pelindo tidak memiliki landasan yang kuat dalam menentukan kebijakan yang menyangkut kepentingan masyarakat luas.
Pelindo Gagal Meyakinkan Publik
Pengumuman kenaikan tarif yang kemudian dibatalkan tanpa alasan rasional hanya memperkuat anggapan bahwa Pelindo tidak memiliki perencanaan matang dalam mengelola kebijakan strategisnya. Masyarakat tentu berhak bertanya-tanya:
• Jika kenaikan tarif memang dibutuhkan, mengapa tiba-tiba dibatalkan?
• Jika tidak jadi naik, apakah sebelumnya Pelindo hanya sekadar melempar wacana untuk melihat reaksi publik?
• Apakah ini strategi uji coba sebelum benar-benar menaikkan tarif di lain waktu?
Terlepas dari alasannya, satu hal yang jelas—Pelindo gagal menunjukkan kompetensinya dalam merancang dan menjalankan kebijakan yang konsisten.
Pengelolaan pelabuhan internasional seharusnya dilakukan dengan pendekatan profesional, bukan dengan kebijakan yang berubah-ubah seperti arah angin.
Jika ingin mendapatkan kepercayaan publik, Pelindo harus berhenti memainkan drama tarik ulur ini dan mulai berfokus pada perbaikan nyata.
Sebab, kepercayaan masyarakat tidak bisa dibangun dengan kebijakan yang sekejap muncul, lalu sekejap menghilang seperti kentang goreng lembek yang kehilangan daya tariknya.