Ulasfakta – Kasus kekerasan terhadap anak kembali mengguncang Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau. Seorang balita perempuan berusia dua tahun, berinisial SA, tewas setelah diduga menjadi korban penganiayaan oleh DO (25), pria yang merupakan kekasih ibunya. Polisi telah menetapkan DO sebagai tersangka dan menjeratnya dengan pasal berlapis terkait perlindungan anak dan pembunuhan.
Kapolres Karimun, AKBP Robby Topan Manusiwa, mengatakan bahwa DO dikenakan Pasal 80 ayat (3) jo Pasal 76C Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.
“Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara dan/atau denda sebesar Rp3 miliar, karena kekerasan ini menyebabkan kematian anak,” tegas Robby dalam keterangannya, Kamis (19/6/2025).
Menurut penyelidikan awal, insiden tragis tersebut terjadi pada Senin dini hari, 12 Juni 2025, sekitar pukul 02.00 WIB. DO disebut sempat berusaha memberikan obat kepada korban yang saat itu sedang rewel. Namun, balita tersebut menggigit tangannya, yang memicu kemarahan pelaku hingga melakukan kekerasan fisik secara brutal.
Kasi Humas Polres Karimun, Iptu Sri Suwanto, menambahkan bahwa tersangka DO saat ini masih menjalani proses pemeriksaan intensif di Mapolres Karimun. “Belum ada pemindahan ke rumah tahanan. Proses pendalaman masih berlangsung,” ujar Sri.
Hasil visum dari RSUD Muhammad Sani mengungkapkan temuan yang mengejutkan. Tubuh korban ditemukan dalam kondisi mengenaskan. Ada luka lebam di kepala, wajah, leher, dada, dan perut, serta tanda-tanda kekerasan lainnya seperti sundutan rokok di kaki, luka robek di dalam bibir bawah, bekas gigitan di perut dan pinggang, memar berat di kepala, hingga kuku jari tangan dan kaki yang membiru.
“Ini bukan luka akibat kecelakaan biasa. Semua tanda mengarah pada tindakan penganiayaan berat,” ungkap salah satu sumber medis yang menangani pemeriksaan.
Kasus ini pun menuai perhatian luas dari masyarakat dan aktivis perlindungan anak. Pihak kepolisian menegaskan akan mengusut tuntas kejadian ini dan memastikan proses hukum berjalan tanpa toleransi.