BAPAN Kepri Serukan Presiden Prabowo Tegakkan Hukum dalam Kasus DJPL Bintan

Ulasfakta.co – Kasus dugaan penyelewengan Dana Jaminan Pengelolaan Lingkungan (DJPL) Bintan, Kepulauan Riau, yang berasal dari dana reklamasi pasca tambang dari sejumlah perusahaan pertambangan, telah menjadi perhatian sejak 2016, 2018, dan 2020 berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Kepri.

Dugaan tersebut dilaporkan oleh Badan Advokasi Penyelamat Aset Negara (BAPAN) Kepri ke Kejaksaan Tinggi (Kejati), namun hingga kini kasus tersebut dinilai mandek.

Dalam konferensi pers, Senin (2/12/2024), di Kejati Kepri, Ketua BAPAN Kepri, Ahmad Iskandar Tanjung, mengungkapkan bahwa laporan terbaru dari DPP BAPAN Kepri kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) meminta Kejati Kepri untuk menangani kasus tersebut.

Iskandar menegaskan komitmennya untuk mengungkap kasus ini, meski prosesnya sulit diungkap di tingkat Kejati Kepri.

Ia berencana melaporkan kasus ini ke DPP Partai Gerindra di Jakarta dan melibatkan Jamwas, Jaksa Agung, dan Presiden Prabowo Subianto.

Iskandar meminta Presiden Prabowo Subianto untuk menegakkan hukum jika bukti-bukti yang dimilikinya benar.

Ia juga menyatakan bahwa telah melaporkan mantan Bupati Bintan, yang kini menjabat Gubernur Kepri, Ansar Ahmad, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan penyelewengan dana DJPL.

Kasi Penkum Kejati Kepri Yusnar Yusuf kiri Foto isk

Iskandar menjelaskan bahwa hasil investigasi BAPAN dan aktivis lainnya menunjukkan bahwa dana sebesar Rp168 miliar dari 63 perusahaan tambang tidak digunakan untuk reboisasi sebagaimana peruntukan DJPL, dan dana tersebut tidak ditemukan di dua bank yang disebutkan, yakni BNI dan BPR Bintan.

Iskandar juga mengutip surat dari JAM Pidsus Kejagung yang menyatakan adanya perbuatan melawan hukum dan kerugian negara terkait laporan BAPAN.

Ia dan pengacara Deolipa Yumara telah mendatangi Jampidsus Kejagung, yang menjanjikan akan memanggil Ansar Ahmad dalam waktu dekat.

Di tempat sama, Kasi Penkum Kejati Kepri, Yusnar Yusuf, menuturkan, pelapor memang membuat laporan tahun 2021, waktu tahap penyidikan di tahun 2022, diketahui berdasarkan laporan BPK RI tidak ada kerugian negara.

“Kesimpulan penyelidik waktu itu ditutup, namun tidak menutup kemungkinan akan membuka kembali kasus ini jika ada bukti baru,” katanya.

Yusnar menyampaikan, jika pelapor menemukan bukti baru agar disampaikan ke penyelidik agar bisa membuka dan melakukan penyelidikan kembali.

“Saya kira sudah jelas ya yang disampaikan,” katanya

(isk)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *