FORMASI Soroti Dampak Penambangan Pasir Laut di Desa Numbing Bintan

Ulasfakta – Forum Mahasiswa Lintas Generasi (FORMASI) Kepulauan Riau menyoroti dampak negatif aktivitas penambangan pasir laut di kawasan Desa Numbing, Kecamatan Bintan Pesisir, Kabupaten Bintan.

Penambangan ini dinilai menimbulkan kerusakan lingkungan yang serius dan berisiko merugikan nelayan setempat.

Ketua FORMASI Kepulauan Riau, Ari Saputra, mengatakan bahwa berdasarkan perspektif historis, Kepulauan Riau sudah lama dikenal sebagai sumber pasir yang banyak diekspor untuk reklamasi lahan di Singapura.

Aktivitas pengerukan pasir laut menyebabkan air menjadi keruh dan mengganggu hasil tangkapan nelayan.

“Nelayan kecil harus mencari wilayah tangkapan baru yang lebih jauh, sehingga meningkatkan biaya operasional dan menurunkan pendapatan mereka,” ungkap Ari, Sabtu (27/4).

FORMASI mengutip data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang mencatat 26 pulau di Kepulauan Riau tenggelam akibat aktivitas tambang pada tahun 2023.

Mengacu pada Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982, negara memiliki kewajiban untuk mencegah dan mengatur pencemaran laut, termasuk akibat eksploitasi pasir laut.

Penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut dinilai membuka ruang bagi eksploitasi baru tanpa pengawasan ketat.

“Implementasi PP 26/2023 patut dipertanyakan karena justru membuka peluang risiko pencemaran,” kata Ari.

FORMASI juga menemukan bahwa perusahaan yang disebutkan dalam pemberitaan sebelumnya, yaitu PT Galian Sukses Mandiri (GSM) dan PT Berkah Lautan Kepri (BLK), tidak tercatat dalam daftar perusahaan yang telah memenuhi ketentuan penataan IUP dan IUPK, berdasarkan informasi di situs resmi Kementerian ESDM.

Ari menambahkan, adanya penolakan masyarakat dalam konsultasi publik AMDAL seharusnya menjadi perhatian serius bagi Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), serta Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di tingkat Kabupaten dan Provinsi.

“Kami mendesak pemerintah daerah mengevaluasi kembali izin aktivitas ini,” tegasnya.

FORMASI juga mengkritik pernyataan Bupati Bintan yang mengaku tidak mengetahui adanya aktivitas penambangan tersebut.

“Kami mahasiswa menyayangkan ketidaktahuan Bupati. Sudah sepatutnya Bupati turun langsung ke lapangan,” ucap Ari.

FORMASI mengingatkan, pengalaman buruk pada awal tahun 2000-an akibat maraknya penambangan pasir di Bintan tidak boleh terulang.

Kala itu, kerusakan lingkungan dan kerugian ekonomi sangat dirasakan oleh masyarakat pesisir.

“Kami berharap pemerintah daerah lebih berpihak kepada masyarakat dan melindungi lingkungan demi masa depan Bintan yang lebih baik,” tutup Ari.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *