Ulasfakta – Memasuki tahun ke-13 pelaksanaannya, pagelaran kolosal Gandrung Sewu 2025 kembali menyedot perhatian ribuan penonton di Pantai Marina Boom, Banyuwangi, Sabtu (25/10/2025). Dengan mengusung tema “Selendang Sang Gandrung”, sebanyak 1.400 penari menampilkan koreografi megah yang berpadu antara keanggunan, harmoni, dan nilai-nilai kultural khas Osing.

Pertunjukan dibuka dengan aksi teatrikal yang menggambarkan perjalanan dan perjuangan menjadi seorang Gandrung simbol perempuan Banyuwangi yang penuh pesona sekaligus keteguhan jiwa. Adegan ini menambah kesan sakral dan magis pada pagelaran yang kini menjadi ikon budaya nasional tersebut.

“Ini pertunjukan yang luar biasa. Para penari menari dengan kompak dan sangat indah,” ujar Tara, wisatawan asal Inggris, yang mengaku terpesona dengan kemegahan Gandrung Sewu.

Pesan Filosofis di Balik Selendang

Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengatakan, Gandrung Sewu bukan sekadar festival seni, tetapi wadah kolaborasi yang menumbuhkan semangat kebersamaan dan kebanggaan budaya.

“Tahun ini, tema ‘Selendang Sang Gandrung’ kami maknai sebagai filosofi hidup: bahwa setiap ayunan selendang adalah tarian kolaborasi yang menciptakan harmoni dan peluang untuk kemajuan bersama,” ujar Ipuk.

Dalam edisi 2025 ini, para penari terdiri dari 1.100 penari lokal Banyuwangi termasuk para kepala desa yang turut tampil sebagai Paju Gandrung, serta 200 penari diaspora dari berbagai daerah seperti Pasuruan, Sidoarjo, Surabaya, Probolinggo, Situbondo, Malang, Jakarta, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Papua, hingga Amerika Serikat.

Gandrung Velocity, Pesona Cilik yang Mencuri Perhatian

Menariknya, di tengah ribuan penari dewasa, sejumlah gandrung cilik berusia empat tahun ikut menari dengan lincah dan ceria. Mereka memadukan gerakan klasik tari Gandrung dengan velocity dance yang tengah populer, hingga mendapat julukan spontan dari penonton: “Gandrung Velocity.”

“Inilah bukti semangat sinergi dan kolaborasi lintas generasi. Kita menjaga warisan budaya dengan cara yang kreatif dan kontemporer,” ungkap Ipuk bangga.

Tiga Bulan Latihan Terbayar dengan Tepuk Tangan Meriah

Suasana haru menyelimuti akhir pertunjukan ketika ribuan penari menuntaskan babak pamungkas. Selama tiga bulan latihan intensif, kerja keras mereka akhirnya terbayar dengan tepuk tangan dan sorakan kagum penonton.

“Kami terharu sekali. Latihan panjang kami bersama teman-teman terbayar dengan sambutan meriah,” kata Diaz, mahasiswi semester I Institut Seni Indonesia (ISI) Banyuwangi yang turut menjadi penari.

Dihadiri Pejabat Nasional dan Tokoh Daerah

Gelaran budaya yang telah ditetapkan sebagai salah satu Top 10 Kharisma Event Nusantara (KEN) Kemenparekraf RI ini juga dihadiri sejumlah pejabat nasional, di antaranya Menteri PAN-RB Rini Widianti, Asdep Pemasaran Pariwisata Nusantara Erwita Dianti, Pimpinan Pemeriksa Keuangan VII BPK RI Slamet Edy Purnomo, Kepala BKSDN Yusharto Hontoyungo, serta Kapolda Jatim Irjen Pol Nanang Avianto.

Turut hadir pula Bupati Bondowoso Abdul Hamid Wahid, serta perwakilan berbagai kementerian dan lembaga seperti LKPP, Kemendes, Kementerian PUPR, Kementan, Kemendikbudristek, Kemenkop, dan Kemendagri.

Dari Tradisi ke Panggung Dunia

Gandrung Sewu tak hanya menjadi panggung pelestarian seni, tetapi juga momentum memperkuat identitas Banyuwangi sebagai daerah yang berhasil mengangkat budaya lokal ke level internasional. Ribuan penari yang menari serentak di tepi laut menjadi simbol bahwa harmoni dan kolaborasi adalah kekuatan sejati Banyuwangi.