Gubernur Kepri Dikritik, Honor Stafsus Capai Rp13,5 Miliar di Tengah Kebijakan Efisiensi Anggaran

Ulasfakta Kebijakan Gubernur Kepulauan Riau yang melantik 17 Staf Khusus (Stafsus) di tengah upaya efisiensi anggaran menuai kritik keras dari berbagai elemen masyarakat.

Pelantikan yang berlangsung pada 23 Januari 2025 di Kantor Gubernur Dompak ini dianggap membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kepri dengan biaya honorarium yang mencapai miliaran rupiah.

Tokoh masyarakat Kepri, Jusri Sabri, meminta Gubernur segera mencabut Surat Keputusan (SK) pengangkatan 17 Stafsus.

Menurutnya, pembayaran honor belasan juta rupiah per orang tanpa indikator kinerja yang jelas merupakan bentuk pemborosan anggaran daerah.

“Setiap Stafsus menerima Rp13,3 juta per bulan. Jika dikalikan 17 orang, totalnya mencapai Rp226,1 juta per bulan, atau Rp2,7 miliar dalam setahun. Jika berlangsung selama lima tahun, rakyat Kepri harus menanggung Rp13,5 miliar hanya untuk honor mereka. Ini uang rakyat yang seharusnya digunakan untuk hal yang lebih bermanfaat,” tegas Jusri, Minggu (16/2).

Lebih lanjut, Jusri menilai keberadaan Stafsus tidak memberikan dampak signifikan bagi pembangunan daerah.

“Apa kontribusi mereka untuk Kepri? Banyak dari mereka hanya duduk di rumah, jalan-jalan, atau sekadar ngopi. Tapi mereka tetap digaji belasan juta per bulan. Ini benar-benar gaji buta! Uang rakyat seharusnya dipakai untuk membangun sekolah, membantu warga miskin, bukan untuk membayar orang-orang yang tidak jelas kerjanya,” kecamnya.

Tak hanya itu, ia menegaskan bahwa kebijakan ini adalah kesalahan besar yang turut menyeret Gubernur dalam kesalahan yang sama.

“Mereka yang menerima gaji tanpa bekerja itu berdosa. Gubernur yang menggaji mereka juga ikut berdosa. Dan kita yang melihat tanpa bertindak pun ikut berdosa,” ujar Jusri.

Melanggar Instruksi Presiden

Ia juga menyoroti bahwa kebijakan ini bertentangan dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja APBN dan APBD.

Dalam Inpres yang diteken Presiden Prabowo Subianto pada 22 Januari 2025, kepala daerah diminta membatasi jumlah staf guna menghemat anggaran.

“Presiden sudah menginstruksikan pembatasan belanja honorarium dan tim kepala daerah. Tapi Pemprov Kepri justru menambah jumlah Stafsus dari 16 menjadi 17 orang. Bahkan, menurut Sekda, honor mereka di tahun 2025 akan naik menjadi Rp15 juta per orang. Ini jelas melanggar ketentuan Presiden!” tegasnya lagi.

Stafsus Hanya Balas Jasa Pilkada?

Tak bisa dipungkiri, pengangkatan Stafsus diduga kuat sebagai bentuk balas jasa politik terhadap tim sukses yang membantu pemenangan Pilkada.

Namun, menurutnya kemenangan Gubernur dalam Pilkada 2024 tidak ditentukan oleh 17 orang Stafsus tersebut.

Selain itu, keberadaan Stafsus justru menimbulkan keresahan di internal Pemprov Kepri.

Sejumlah pejabat mengeluhkan intervensi berlebihan dari Stafsus terhadap pekerjaan dinas dan proyek-proyek pemerintahan.

Desakan Pembubaran Stafsus

Melihat dampak negatif yang ditimbulkan, banyak pihak mendesak pembubaran Stafsus demi menghemat anggaran dan meningkatkan efektivitas pemerintahan.

“Jika Stafsus dibubarkan, anggaran Rp13,5 miliar itu bisa dialokasikan untuk sektor pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur yang lebih bermanfaat bagi masyarakat,” ujar Jusri.

Dengan semakin besarnya penolakan dari masyarakat, kini bola panas ada di tangan Gubernur Kepri.

Akankah ia tetap mempertahankan kebijakan ini atau mengambil langkah berani untuk mengoreksi kesalahan sebelum terlambat?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *