Ulasfakta.co – Kasus dugaan pengeroyokan yang terjadi di lift KTV Majestik, Tanjungpinang, beberapa bulan lalu kembali mencuri perhatian publik.
Perhatian ini terutama datang dari keluarga korban, kerabat, serta tim kuasa hukumnya.
Ironisnya, korban yang pertama kali melaporkan kejadian ke pihak kepolisian kini justru ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Satreskrim Polresta Tanjungpinang.
Sementara itu, para terduga pelaku pengeroyokan belum juga tersentuh hukum.
Berdasarkan informasi yang diperoleh media ini, insiden bermula pada 28 Januari 2025 sekitar pukul 01.15 WIB.
Saat itu, Yani Safitry tanpa sengaja menginjak kaki salah seorang pengunjung lift. Meski Yani langsung meminta maaf, insiden kecil itu berujung pada pengeroyokan.
Begitu pintu lift terbuka, Yani dan rekannya, Hartono alias Amiang, diduga langsung dikeroyok oleh tujuh pria. Dari ketujuh orang tersebut, hanya satu yang dikenali korban.
Tidak tinggal diam, Hartono alias Amiang segera melaporkan kejadian ini ke Polsek Tanjungpinang Kota pada pagi harinya sekitar pukul 08.00 WIB.
Kasus tersebut kemudian dilimpahkan ke Polresta Tanjungpinang pada 12 Februari 2025.
Namun, pada hari yang sama, Hartono alias Acai yang disebut-sebut sebagai salah satu terlapor dalam pengeroyokan justru membuat laporan balik dengan tuduhan sebaliknya.
Anehnya, laporan dari Acai langsung diproses cepat oleh penyidik, bahkan statusnya ditingkatkan ke tahap penyidikan pada 28 Februari 2025.
Sementara, laporan dari pihak korban, Amiang, tak kunjung menunjukkan perkembangan berarti.
Yang lebih mengejutkan, pada 22 April 2025, polisi menetapkan Hartono alias Amiang dan Lovikospanto alias Luku sebagai tersangka. Padahal, menurut saksi dan rekaman CCTV, Luku hanya berusaha melerai kejadian saat itu.
Menanggapi penetapan tersangka ini, kuasa hukum Amiang dan Luku, Jhon Asron Purba, S.H., serta Rivaldhy Harmi, S.H., M.H., mengaku menemukan banyak kejanggalan dalam proses hukum yang berjalan.
Menurut Jhon, penyidik seharusnya melihat peristiwa ini secara utuh, termasuk bukti-bukti rekaman CCTV.
“Seharusnya penyidik tidak melihat kasus ini sepotong-potong. Bukti CCTV jelas merekam peristiwa tersebut,” ujar Jhon pada Senin malam, 28 April 2025.
Jhon juga menyoroti ketimpangan dalam pemeriksaan saksi. Dari tujuh orang yang diduga melakukan pengeroyokan, tidak semua diperiksa oleh penyidik. Bahkan, tiga di antaranya dikabarkan telah pergi ke luar negeri, tepatnya ke Kamboja.
“Klien kami yang lebih dulu melapor, karena mereka adalah korban sebenarnya. Tapi sekarang diposisikan seolah-olah sebagai pelaku,” katanya.
Tak hanya itu, Jhon juga mengkritik perubahan pasal yang dikenakan. Awalnya, laporan Hartono alias Acai mengadukan tindak penganiayaan.
Namun saat penetapan tersangka, pasal yang dikenakan berubah menjadi Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan, yang secara otomatis menyeret lebih dari satu orang sebagai pelaku.
“Aneh, ajaib, tapi nyata. Ini sangat menggelikan,” tegasnya.
Meskipun demikian, tim kuasa hukum menyatakan akan tetap mengikuti proses hukum yang berlaku.
Namun jika ditemukan penyimpangan dalam penyelidikan maupun penyidikan, mereka siap membawa perkara ini ke Propam, Komnas HAM, Kompolnas, bahkan Komnas Perempuan.
“Kami akan menempuh semua jalur hukum yang tersedia demi keadilan bagi klien kami,” pungkas Jhon.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Tanjungpinang, AKP Agung Tri Poerbowo, belum memberikan jawaban ketika dikonfirmasi perihal kasus ini.
(isk)