Ulasfakta.co – Puluhan massa yang tergabung dalam Aliansi Aktivis Bintan Menggugat berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Kepri di Pulau Dompak, Kamis (10/10) pagi.
Mereka menuntut penyelesaian kasus dugaan penyelewengan Dana Jaminan Pengelolaan Lingkungan (DJPL) atau Dana Reklamasi Pasca Tambang di Bintan, Kepulauan Riau, dari 44 perusahaan eks tambang bauksit senilai Rp168 miliar.
Perusahaan tambang yang beroperasi tersebut diwaktu Ansar Ahmad menjabat Bupati Bintan dua periode.
Ketua Koordinator Lapangan (Korlap) Aliansi Aktivis Bintan Menggugat, Bambang Irawan, dalam orasinya menyampaikan aspirasi masyarakat Bintan yang terdampak akibat pengerukan bauksit yang mengakibatkan hutan gundul dan lahan penuh kubangan.
Bambang mengatakan, sebanyak Rp168 miliar yang seharusnya menjadi jaminan bagi masyarakat itu, kini dipertanyakan keberadaannya, apakah sempat terparkir di BPR Bintan atau BNI 46.
Aktivis dari Bintan ini pun meminta agar pemerintah segera merevitalisasi hutan yang gundul akibat aktivitas perusahaan tambang.
“168 miliar yang dipertanyakan juga tidak sebanding dengan kerusakan yang dirasakan masyarakat,” tegas Bambang Irawan.
Bambang dkk juga berencana akan berunjuk rasa di KPK dan Kejaksaan Agung (Kejagung) setelah 27 November 2024 apabila belum ada kejelasan terkait yang dipertanyakan.
Di KPK dan Kejagung mereka akan menuntut kejelasan mengenai dana yang dititipkan untuk rakyat itu sebagai jaminan pasca tambang.
Masyarakat menginginkan jawaban atas audit BPK tahun 2017, khususnya mengenai keberadaan DJPL 44 perusahaan yang dititipkan di Kabupaten Bintan.
Sementara itu, mewakili Pemprov Kepri dan Kepala Dinas ESDM, Supardi, yang juga Sekretaris Dinas ESDM Kepri, mengungkapkan bahwa pihaknya akan menyampaikan semua keluhan masyarakat ke pimpinan.
“Pak Kadis lagi berada di Jakarta. Keluhan dan aspirasi bapak dan ibu akan kami sampaikan ke pimpinan,” katanya.
BAPAN Kepri Desak Penegak Hukum Panggil Mantan Bupati Bintan Ansar Ahmad Soal DJPL
Sebelumnya juga, kasus dugaan penyelewengan Dana Jaminan Pengelolaan Lingkungan (DJPL) atau Dana Reklamasi Pasca Tambang di Bintan, Kepulauan Riau, dari 44 perusahaan pertambangan yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Kepri pada 2016, 2018, dan 2020 yang dilaporkan Badan Advokasi Penyelamat Aset Negara (BAPAN) Perwakilan Kepri terus bergulir.

Ketua BAPAN Kepri, Ahmad Iskandar Tanjung, kepada sejumlah wartawan, menyebut sudah melaporkan mantan Bupati Bintan yang sekarang menjabat Gubernur Kepri, Ansar Ahmad ke KPK. Ansar Ahmad dilaporkan terkait dugaan penyelewengan DJPL.
“Iya betul, mantan Bupati Bintan Ansar Ahmad, sudah saya laporkan ke KPK terkait dugaan penyelewengan DJPL serta adanya dugaan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sebagaimana disebut oleh Jamintel Kejagung,” kata Ahmad Iskandar Tanjung di salah satu hotel di Tanjungpinang, Selasa (23/7) lalu.
Dari hasil investigasi yang dilakukan BAPAN bersama aktivis nasional, Babe Aldo dan Nico di Bintan, menemukan bukti bahwa dana DJPL pasca tambang dari 63 perusahaan tambang sebesar Rp168 miliar tersebut tidak ada reboisasi sebagaimana peruntukan DJPL.
“Ternyata dana Rp168 miliar dari 63 perusahaan tambang tersebut tidak ada reboisasi. Saya tegaskan tidak ada reboisasi dari 63 perusahaan tambang dengan dana Rp168 miliar itu dan dana raib tidak ada di dua bank yang disebutkan yakni BNI dan BPR Bintan,” papar Ahmad Iskandar Tanjung.
“Saya juga ada surat dari Jamintel Kejagung yang telah melakukan penyelidikan yang menyatakan bahwa dari laporan BAPAN DPD Kepri ditemukan ada perbuatan melawan hukum dan kerugian negara. Dan berdasarkan hasil tersebut kemarin saya dan pengacara Deolipa Yumara langsung ke Jampidsus Kejagung. Dan Jampidsus Kejagung berjanji satu bulan lamanya, atau mungkin setelah Tanggal 17 Agustus atau satu bulan kedepan akan memanggil saudara Ansar Ahmad yang sekarang menjabat Gubernur Kepri dan Mantan Bupati Bintan,” jelasnya lagi.
Ahmad Iskandar Tanjung berharap, apa yang disampaikan oleh Jampidsus tersebut segera teralisasi agar dugaan perbuatan melawan hukum dan kerugian negara ini bisa terang benderang.
Ia juga menambahkan, selain melaporkan ke Kejagung, kasus DJPL ini sudah dilaporkan ke KPK, Mabes Polri, dan Istana.
“Benar, sudah saya laporkan ke Mabes Polri, KPK, dan Istana. Namun, yang menanggapi baru Kejagung melalui Jamintel atas perintah Mensesneg Tahun 2021. Dan dari sanalah Jamintel mengatakan setelah hasil Intelijen ternyata ada perbuatan melawan hukum dan kerugian negara,” tutupnya.
(isk)