Ulasfakta – Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan Presiden menjadi harapan besar bagi peningkatan gizi anak bangsa. Di Tanjungpinang, program ini menyasar anak sekolah, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui. Namun di balik niat mulia tersebut, ada tanggung jawab besar untuk memastikan makanan yang disajikan benar-benar aman, higienis, dan terhindar dari ancaman keracunan.

Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Tanjungpinang, Rustam, SKM, M.Si menegaskan, pihaknya bersama jajaran puskesmas melakukan pengawasan ketat terhadap dapur-dapur penyedia MBG.

“Kita ingin anak-anak kita bukan hanya mendapatkan makanan bergizi, tetapi juga makanan yang benar-benar aman untuk dikonsumsi,” ujar Rustam, Jumat (5/9/2025).

Upaya pengawasan ini dijalankan melalui serangkaian inspeksi dan pembinaan di lapangan. Tim kesehatan turun langsung ke dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk memeriksa kondisi bangunan, kebersihan lingkungan, hingga cara penjamah pangan mengelola bahan makanan.

Rustam menjelaskan, salah satu instrumen penting yang digunakan adalah Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL). Melalui IKL, tim mengecek semua aspek mulai dari sanitasi air, kebersihan peralatan, pengendalian vektor, hingga tata letak penyimpanan bahan pangan. “Kebersihan itu bukan sekadar terlihat, tapi juga harus memenuhi standar kesehatan. Satu saja titik kritis terlewat, bisa menimbulkan risiko besar,” katanya.

Pengawasan dan pembinaan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi oleh Tim Dinas Kesehatan dan Puskesmas di Kota Tanjungpinang. (Foto: Ist)

Selain inspeksi, edukasi dan pelatihan juga menjadi kunci. Para pengelola dan penjamah pangan diberikan pembinaan tentang cara mencuci tangan yang benar, penggunaan sarung tangan, hingga cara memisahkan bahan mentah dan matang.

Tak hanya itu, setiap SPPG diwajibkan memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Sertifikat ini menjadi bukti bahwa dapur tersebut sudah memenuhi standar kesehatan. Namun kenyataannya, Rustam mengakui masih ada sejumlah SPPG yang belum memenuhi syarat.

Dari hasil pengawasan, ditemukan beberapa kelemahan. Misalnya, ada SPPG yang belum menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) secara tertulis, belum melakukan uji laboratorium pada makanan, serta belum memiliki perangkap lemak pada sistem drainase.

“Temuan-temuan ini jangan dianggap sepele. SOP dan uji laboratorium itu wajib, karena di situlah kita bisa memastikan standar keamanan pangan terpenuhi,” ujar Rustam.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, Dinas Kesehatan mendorong setiap SPPG segera menyusun SOP yang sesuai panduan, mengikutsertakan penjamah pangan dalam pelatihan resmi, serta melakukan pemeriksaan kesehatan tahunan.

Rustam menambahkan, pihaknya juga merekomendasikan agar pengelola pangan lebih rutin membersihkan lingkungan, terutama toilet, wastafel, dan area penyimpanan. “Kalau kebersihan fasilitas pendukung terjaga, maka risiko kontaminasi bisa ditekan,” jelasnya.

Kadis Kesehatan memberikan pengarahan pada pembukaan sosialisasi dan edukasi kepada pengelola SPPG Panglima Dompak Kelurahan Batu Sembilan Kota Tanjungpinang. (Foto: Ist)

Selain di dapur, pengawasan juga harus sampai ke sekolah-sekolah. Di tingkat satuan pendidikan, dibentuk Tim Pengawas Keamanan Pangan yang bertugas memeriksa makanan sebelum dibagikan, memastikan cuci tangan pakai sabun, hingga memastikan makanan benar-benar habis dikonsumsi di tempat.

“Jangan sampai makanan dibawa pulang. Itu untuk menghindari risiko makanan disimpan terlalu lama lalu rusak,” imbuhnya.

Upaya ini juga mencakup uji organoleptik sederhana. Guru atau tim pengawas diminta untuk mencicipi makanan terlebih dahulu. Jika ada bau atau rasa yang tidak wajar, makanan tidak boleh dibagikan.

Meski begitu, Rustam tak menutup mata terhadap potensi terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan. Karena itu, ia meminta masyarakat dan sekolah segera melapor jika ada kasus mencurigakan. Tim Gerak Cepat Dinkes siap turun melakukan investigasi dan penanganan darurat.

“KLB pangan memang kita harapkan tidak terjadi, tapi kita tetap harus siaga. Laporan cepat sangat menentukan keberhasilan penanganan di lapangan,” ujarnya lagi.

Bagi Rustam, keberhasilan program MBG di Tanjungpinang bukan hanya soal distribusi makanan, tetapi juga tentang membangun kesadaran bersama. Anak-anak, orang tua, guru, dan pengelola dapur harus bersinergi menjaga standar kebersihan.

“Ini bukan sekadar program, ini adalah investasi kesehatan generasi kita. Kalau sejak dini mereka terbiasa dengan makanan sehat dan aman, maka di masa depan mereka akan tumbuh lebih kuat,” tegasnya.

Dengan langkah pembinaan, pengawasan, dan edukasi yang berlapis, Dinas Kesehatan optimis program MBG di Tanjungpinang bisa berjalan aman dan memberi manfaat besar. Namun, kerja sama semua pihak tetap menjadi kunci utama.

Program MBG di Tanjungpinang kini bukan sekadar kegiatan bagi-bagi makanan, tetapi sebuah gerakan menjaga masa depan anak-anak kota ini. Gerakan yang dimulai dari dapur, menyebar ke sekolah-sekolah, dan berbuah pada lahirnya generasi yang sehat dan cerdas.