Ulasfakta – Pernyataan Wakil Direktur Penunjang RSUD Raja Ahmad Tabib (RAT), Atika, terkait distribusi obat kedaluwarsa menuai sorotan. Pasalnya, alasan geografis kepulauan dinilai tidak relevan jika hanya dua rumah sakit yang terdampak, padahal distribusi seharusnya merata ke seluruh fasilitas kesehatan di wilayah Provinsi Kepulauan Riau.

Sebelumnya, RSUD RAT bersama RSJKO EHD tercatat menerima obat-obatan yang telah melewati masa edar atau memiliki sisa masa berlaku di bawah dua tahun.

Hal ini bertentangan dengan amanat Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, khususnya Pasal 196 dan 197, yang menegaskan bahwa peredaran dan penggunaan obat harus memenuhi standar mutu, keamanan, dan waktu edar yang sah.

“Sangat tidak masuk akal jika alasannya karena faktor geografis kepulauan. Kalau memang distribusi menjadi kendala, seharusnya semua rumah sakit mengalami hal serupa. Kenapa hanya dua?” ujar Aktivis Kepulauan Riau Adiya Prama Rivaldi, pada Selasa (8/7).

Jawaban Belum Menjawab Substansi

Saat dikonfirmasi redaksi Ulasfakta, Wakil Direktur Penunjang RSUD RAT, Atika, mengatakan belum dapat memberikan penjelasan rinci karena baru menjabat selama tiga minggu, menggantikan pejabat sebelumnya.

“Saya harus crosscheck dulu, ini masa pejabat lama, Bu Dian. Kami juga sudah didampingi kejaksaan dan inspektorat. Mohon beri saya waktu, saya juga sedang rapat dengan Pak Gubernur,” ujar Atika, Kamis (3/7/2025).

Ia juga menyebut bahwa pihaknya telah menyampaikan tanggapan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dengan menyebut faktor geografis kepulauan sebagai penyebab distribusi yang terlambat, sehingga obat cepat memasuki masa kedaluwarsa.

Namun, penjelasan tersebut tidak menjawab pertanyaan inti, mengapa rumah sakit tetap menerima dan menyimpan obat-obatan yang sudah melewati masa edar atau mendekati kadaluwarsa, tanpa ada tindakan preventif atau pengembalian ke distributor.

Indikasi Pelanggaran Tata Kelola Obat

Dalam dokumen hasil audit BPK yang diterima redaksi, ditemukan bahwa sebagian obat di gudang farmasi RSUD RAT masih disimpan meski telah melampaui masa edar.

Tidak ditemukan berita acara pengembalian atau dokumentasi tindakan pencegahan. Praktik ini dapat dianggap lalai dalam tata kelola farmasi, dan berpotensi membahayakan pasien jika obat tersebut sempat digunakan.

Jaringan Pengawas Kebijakan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau mendesak agar dilakukan investigasi menyeluruh, termasuk audit ulang pengadaan dan distribusi obat oleh dinas terkait.

“Faktor geografis bukan alasan yang sah jika hanya digunakan untuk menutupi kesalahan manajemen. Ini menyangkut keselamatan pasien dan akuntabilitas penggunaan anggaran negara,” tegas Adiya lagi.

Redaksi Ulasfakta.co akan terus menelusuri perkembangan kasus ini dan meminta klarifikasi tambahan dari pihak RSUD RAT, Dinas Kesehatan.