Ulasfakta – Di balik hiruk-pikuk aktivitas tambang bauksit di Desa Marok Tua, Kecamatan Singkep Barat, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, tersimpan konflik rumit yang melibatkan perusahaan tambang, tuntutan masyarakat, aksi kekerasan, dan lemahnya pengawasan dari pihak berwenang.
PT Hermina Jaya saat ini tengah memuat sekitar 180 ribu ton bauksit ke dalam kapal, namun bukan hanya mineral yang keluar dari pelabuhan tersebut. Persoalan hukum dan janji-janji yang belum ditepati ikut terbawa dalam proses tersebut.
Warga Menuntut Janji yang Belum Terwujud
Sejak April 2025, warga Desa Marok Tua secara bergantian melakukan aksi blokade di pelabuhan untuk menghentikan aktivitas loading. Mereka didukung berbagai kelompok seperti Melayu Raya, Elang Laut, dan Laskar Merah Putih, menuntut pemenuhan hak setelah hampir 15 tahun janji dari perusahaan tidak terealisasi.
Tanah yang sempat diambil belum dikembalikan, ganti rugi belum dibayar, dan kompensasi bulanan sebesar Rp250 ribu per kepala keluarga yang dijanjikan hilang tanpa jejak.
Safarudin, tokoh masyarakat setempat, dengan tegas menyatakan, “Kalau hak kami tidak dipenuhi, kami siap melakukan aksi lebih besar, bahkan membakar tongkang!” ujarnya saat aksi pada 18 April lalu.
Meski warga pernah menerima dana kompensasi sebesar Rp8,5 juta per kepala keluarga dan uang sagu hati bagi pemilik kelong, kompensasi rutin selama operasi tambang tidak pernah diberikan. “Kalau kelong dibayar, kenapa kompensasi bulanan dianggap tidak sah?” kata Safarudin.
Perusahaan Berikan Klarifikasi
Manajemen PT Hermina Jaya melalui Afdhal menyatakan mereka tidak melakukan penambangan baru, melainkan hanya mengangkut stok bauksit lama yang tertahan akibat regulasi.
Namun pernyataan tersebut kurang mendapat kepercayaan dari warga. Legalitas pelabuhan pun dipertanyakan karena izin Terminal Khusus (Tersus) disebut sudah tidak berlaku dan sedang dalam proses perpanjangan, yang dikonfirmasi oleh Dinas PUTR Lingga.
Sengketa Hukum Antar Perusahaan
Selain persoalan warga, PT Hermina Jaya juga terlibat sengketa hukum dengan PT Karyaraya Adipratama (KRAP). Pengadilan Negeri Batam mengabulkan gugatan wanprestasi yang diajukan KRAP, meski masih dalam tahap banding.
Jack Kuhon, kuasa hukum KRAP, mengancam, “Jika stok bauksit habis sebelum putusan final, tindakan itu bisa dikategorikan sebagai penggelapan terhadap objek sengketa.”
Pengawasan Pemerintah yang Lemah
Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I DPRD Lingga mengungkapkan fakta mengejutkan, bahwa meskipun PT Hermina Jaya memiliki IUP produksi hingga 2029, dokumen lingkungan dan izin Terminal Khusus belum lengkap.
Ketua Komisi I DPRD Lingga, Riono, menyayangkan kondisi ini. “Semua kewenangan ada di pusat dan provinsi, kami di kabupaten seperti macan ompong,” ujarnya dengan nada kecewa.
Kekerasan di Area Tambang
Ketegangan mencapai puncaknya saat sebuah video yang merekam aksi pemukulan terhadap warga bernama NH di lokasi tambang viral. Peristiwa itu terjadi ketika pihak luar berusaha memverifikasi aktivitas tambang namun dihalangi oleh subkontraktor perusahaan.
Tokoh masyarakat Ruslan mengecam keras tindakan tersebut. “Kekerasan tidak boleh dibiarkan. Penegakan hukum harus tegas dan tanpa pilih kasih,” tegasnya.
Dinas Pelabuhan Pilih Bungkam
Ketua KUPP Kelas III Dabo Singkep, Mahyudin, enggan memberikan komentar saat dikonfirmasi terkait legalitas pelayaran kapal tongkang milik PT Hermina Jaya, yang membawa bauksit dalam sengketa hukum.
Sikap tertutup ini dikritik oleh Jack Kuhon sebagai bentuk pembiaran. “Negara seharusnya berperan sebagai penengah, bukan membiarkan pelanggaran terus terjadi,” katanya.