Membangun Jaringan Perlindungan Anak: Masyarakat Kepri Desak Reformasi dan Dukungan Komprehensif

Ulasfakta – Seiring meningkatnya kasus pelecehan seksual terhadap anak di Kepulauan Riau, konselor keluarga, Sudirman, menekankan perlunya membangun jaringan perlindungan anak yang terintegrasi. Menurutnya, isu ini harus ditanggapi tidak hanya dengan pendidikan seks yang tepat, tetapi juga dengan penyediaan layanan dukungan psikologis dan sosial yang komprehensif.

Sudirman, yang telah aktif memberikan konseling kepada keluarga, mengungkapkan bahwa kasus pelecehan seksual terus meningkat sejak 2019. Namun, ia mengkritik stigma negatif yang melekat pada korban, yang menghambat pelaporan dan pengobatan.

“Korban sering merasa malu dan enggan untuk bercerita karena lingkungan sosial yang menghakimi. Inilah saatnya kita membangun sistem yang mendukung, agar korban merasa aman dan mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan,” ujarnya, Sabtu (22/2/2025).

Dalam pandangannya, pendidikan seks sejak dini harus disertai dengan program pendampingan dan konseling yang dapat diakses secara gratis, seperti layanan yang telah disediakan di Puspaga Gurindam Provinsi Kepri.

Sudirman mencontohkan upaya menyambangi majelis taklim dan pertemuan komunitas sebagai bagian dari strategi untuk meningkatkan kesadaran dan dukungan sosial bagi keluarga yang terdampak.

“Kita perlu lebih dari sekadar mengajarkan anak tentang batasan tubuh. Penting juga bagi orang tua, guru, dan masyarakat untuk belajar mendengarkan dan memberikan dukungan emosional kepada korban,” tambahnya.

Sudirman juga mengusulkan agar pemerintah daerah bekerja sama dengan LSM dan institusi pendidikan untuk menciptakan program pelatihan dan workshop tentang perlindungan anak dan penanganan trauma.

Program ini, menurutnya, harus melibatkan para profesional di bidang psikologi, hukum, dan kesehatan, sehingga masyarakat dapat mendapatkan panduan praktis tentang cara menangani dan mencegah pelecehan seksual terhadap anak.

“Kita harus memandang isu pelecehan seksual sebagai masalah yang memerlukan pendekatan multidisipliner. Dengan dukungan yang tepat, korban tidak hanya akan pulih, tetapi juga dapat kembali menjadi bagian aktif dari masyarakat,” tegasnya.

Upaya membangun jaringan perlindungan anak yang kuat ini diharapkan tidak hanya mencegah kasus pelecehan, tetapi juga mengubah cara pandang masyarakat terhadap korban, sehingga stigma negatif yang selama ini menghambat pelaporan dapat diminimalisir.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *