Mengulik Borok Seleksi Energi Kepri, Ketika Syarat Hanya Jadi Formalitas

Ulasfakta — Proses seleksi calon Direktur Utama PT Energi Kepri (Perseroda) kembali memicu sorotan tajam publik.

Alih-alih menjunjung transparansi dan meritokrasi, seleksi ini justru menimbulkan kecurigaan atas dugaan pelanggaran syarat mutlak dan potensi praktik “titipan kekuasaan”.

Dari tiga nama yang diumumkan lolos ke tahap akhir — Sri Yunihastuti, Muhammad Iqbal, dan Adviseri — dua di antaranya diduga tidak memenuhi persyaratan administratif yang jelas-jelas tercantum dalam pengumuman resmi panitia.

Calon Lolos Meski Batas Usia Dilanggar dan TOEFL Tak Ada

Nama Muhammad Iqbal menjadi perhatian utama. Berdasarkan data yang diperoleh redaksi, Iqbal diketahui telah melewati batas usia maksimal 55 tahun.

Selain itu, ia juga tidak melampirkan sertifikat TOEFL — dokumen penting yang menjadi syarat wajib dalam seleksi ini.

Dalam industri energi yang menjalin banyak kerja sama internasional, kemampuan bahasa asing bukan sekadar tambahan, tapi kebutuhan esensial.

“Kalau soal usia dan TOEFL saja bisa diloloskan, lalu di mana ketegasan panitia? Ini bukan persoalan teknis, ini soal integritas sistem seleksi,” tegas Wahyu Milsandi, Koordinator Jaringan Pengawas Kebijakan Pemerintah (JPKP) Provinsi Kepri.

Tak Punya Sertifikasi HSE, Tapi Tetap Melaju

Nama Sri Yunihastuti juga menimbulkan tanda tanya besar. Ia diketahui tidak memiliki sertifikat HSE (Health, Safety, and Environment), padahal syarat tersebut tertulis jelas dalam pengumuman sebagai kewajiban yang tak bisa ditawar.

Sertifikat HSE merupakan standar minimum dalam dunia migas dan energi untuk memastikan kompetensi keselamatan kerja dan pengelolaan risiko lingkungan.

“Bagaimana mungkin seseorang yang tidak punya pemahaman dasar tentang keselamatan industri bisa memimpin BUMD energi?” kritik Wahyu lagi.

Peserta Lengkap Justru Digugurkan Tanpa Penjelasan

Ironisnya, seorang peserta seleksi yang meminta identitasnya disamarkan mengaku telah memenuhi semua persyaratan termasuk TOEFL dan sertifikasi HSE namun justru digugurkan tanpa alasan jelas.

“Saya tanyakan ke panitia apa yang kurang, jawabannya hanya ‘tidak memenuhi syarat administratif’. Tapi tidak ada detailnya. Padahal saya sangat yakin seluruh dokumen saya lengkap,” ujarnya kecewa.

Ia menilai proses seleksi ini cacat dan sarat kepentingan. Kecurigaannya bertambah ketika mengetahui bahwa peserta lain yang justru tak lengkap malah diloloskan.

Nama-Nama Diduga Sudah “Disiapkan” Sejak Awal

Dugaan bahwa seleksi ini hanya formalitas belaka semakin menguat setelah sumber internal Pemprov Kepri menyebut bahwa nama-nama calon yang lolos sudah lama beredar di kalangan elite sebelum proses seleksi resmi dimulai.

“Nama-nama itu sudah dibisikkan sejak awal. Seolah-olah seleksi ini hanya untuk melegitimasi keputusan yang sudah dibuat,” ujar sumber yang enggan disebut namanya.

BUMD Strategis, Tapi Diperlakukan Seperti Warisan Kekuasaan

PT Energi Kepri adalah BUMD strategis yang dibentuk untuk memperkuat kemandirian energi di wilayah kaya potensi seperti Kepulauan Riau.

Sayangnya, proses seleksi ini justru memperlihatkan bahwa perusahaan ini sedang diperlakukan layaknya perusahaan pribadi, bukan lembaga publik yang dibiayai oleh rakyat.

Jika yang diloloskan adalah pihak-pihak yang tidak kompeten atau hanya sekadar dekat dengan lingkaran kekuasaan, maka kerugian terbesar bukan hanya pada perusahaan, tetapi juga pada masyarakat Kepri secara keseluruhan.

JPKP Desak Transparansi dan Audit Independen

JPKP Kepri menuntut agar seluruh tahapan seleksi dibuka ke publik, mulai dari daftar pelamar, hasil evaluasi administrasi, hingga notulensi rapat panitia seleksi.

Mereka juga mendorong Ombudsman dan Komisi Informasi Daerah untuk turun tangan menyelidiki dugaan maladministrasi yang mengancam kredibilitas proses ini.

“Ini bukan rahasia negara. Kalau prosesnya bersih, buka saja semua dokumen. Kalau takut dibuka, berarti memang ada yang disembunyikan,” desak Wahyu Milsandi.

Preseden Buruk Jika Dibiarkan

Jika praktik seperti ini tidak segera dikoreksi, hal ini bisa menjadi preseden buruk dalam proses seleksi direksi BUMD lainnya di Kepri.

Ketika syarat hanya dijadikan formalitas, maka sistem akan kehilangan integritasnya, dan kepercayaan publik perlahan akan runtuh.

Lebih parah lagi, masyarakat bisa melihat bahwa kursi direksi bukan lagi ditentukan oleh kompetensi, tapi oleh siapa yang punya koneksi.

Ujian Nyata Bagi Integritas Pemerintah Kepri

Kasus ini adalah ujian nyata bagi integritas Pemerintah Provinsi Kepri. Apakah berani memperbaiki seleksi yang cacat dan penuh tanda tanya ini? Atau justru akan membiarkan dugaan titipan itu diloloskan?

Masyarakat menanti langkah tegas. Sebab di balik proses ini, bukan sekadar kursi direksi yang dipertaruhkan, tapi masa depan energi daerah, pengelolaan uang rakyat, dan kredibilitas kepemimpinan publik di Kepri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *