Ulasfakta Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Daerah Provinsi Kepulauan Riau, Aiyub, SE., M.Si, dijadwalkan memasuki masa pensiun per 1 Juli 2025, menandai berakhirnya lebih dari tiga dekade pengabdian di dunia birokrasi.

Namun menjelang hari terakhirnya bertugas, biro yang ia pimpin justru menjadi sorotan akibat lonjakan belanja konsumsi yang dianggap tidak masuk akal di tengah imbauan penghematan anggaran.

Pria kelahiran Kepulauan Riau, 19 Juni 1965 ini, sebelumnya dikenal sebagai sosok birokrat yang matang dan berpengalaman. Berpangkat Pembina Utama Muda (IV/c), ia meniti karier sejak level kelurahan hingga akhirnya dipercaya menjabat sebagai Kepala Biro Kesra sejak 2022.

Aiyub merupakan alumnus Universitas Riau untuk program S1 Manajemen (1991), dan menyelesaikan studi Magister Administrasi Publik di Universitas Negeri Jakarta pada 2011.

Sepanjang kariernya, ia pernah menduduki sejumlah posisi penting, termasuk Sekretaris Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Kepri, serta Kepala Bagian Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa di Setda Kepri.

Namun catatan panjang kariernya kini sedikit tercoreng dengan sorotan terhadap praktik belanja konsumsi di Biro Kesra yang diduga mencapai Rp4,6 miliar sepanjang tahun anggaran 2025.

Biro Kesra dan Jejak “Snack Miliaran”

Kecurigaan publik muncul setelah laman resmi sirup.lkpp.go.id mencatat setidaknya enam paket pengadaan makanan dan minuman oleh Biro Kesra, seluruhnya dikategorikan sebagai “Belanja Makanan dan Minuman Rapat dan Aktivitas Lapangan”. Tak satu pun dari paket tersebut mencantumkan jumlah peserta, jenis menu, atau rincian kegiatan secara eksplisit.

Dari penelusuran Ulasfakta, tiga paket terbesar masing-masing mencapai:

• Rp781 juta untuk “snack rapat”

• Rp261 juta untuk “kegiatan lapangan bidang pendidikan”

• Rp160 juta untuk “kegiatan spiritual”

Jika dijumlahkan, hanya dari tiga paket saja sudah terkumpul Rp1,2 miliar. Artinya, jika dibagi ke dalam 260 hari kerja, Biro Kesra menghabiskan Rp4,6 juta per hari hanya untuk konsumsi.

Menggunakan acuan Permendagri 27/2021 yang membatasi harga snack Rp15 ribu per kotak, jumlah ini setara 306 kotak snack per hari, jauh melebihi kapasitas ruang rapat kantor gubernur.

Klarifikasi yang Tak Menjawab Inti Masalah

Dikonfirmasi oleh Ulasfakta, Aiyub membenarkan bahwa anggaran konsumsi itu berkaitan dengan berbagai kegiatan besar keagamaan, seperti tabligh akbar, MTQ, dan Ramadan.

Namun ketika ditanya lebih detail mengenai jumlah peserta, jadwal kegiatan, hingga alasan penggabungan konsumsi rutin dan kegiatan khusus dalam satu pos belanja, Aiyub tak memberikan penjelasan konkret.

“Ini bukan sekadar rapat harian, tapi juga ada kegiatan besar keagamaan. Jadi jangan dipersempit konteksnya,” ujarnya lewat sambungan telepon, pada Senin, 19 Mei 2025 lalu.

Sayangnya, pernyataan itu tak menjelaskan kenapa semua paket tetap diklasifikasi sebagai konsumsi rapat dan e-purchasing dilakukan tanpa transparansi jadwal atau rincian kegiatan.

Split Kontrak & E-Purchasing Jalur Senyap

Mahera Sovia, aktivis dari Revormasi (Revolusi Gerakan Mahasiswa), menyebut pola ini sebagai modus klasik split contract, yaitu memecah belanja agar tetap di bawah batas tender.

Dengan sistem e-purchasing dari katalog LKPP, belanja ratusan juta cukup dilakukan sekali klik, tanpa mekanisme terbuka.

“Ini sudah jadi pola NGOBI: Ngopi Biaya Tinggi. Publik cuma baca ‘1 paket snack’, tapi uangnya ratusan juta. Transparansi? Nol besar,” kata Mahera.

Ia menantang Pemprov menjawab empat pertanyaan mendasar:

1. Berapa jumlah kegiatan yang sebenarnya?

2. Berapa peserta tiap kegiatan?

3. Berapa harga satuan snack?

4. Mengapa tidak digabung untuk efisiensi?

Kontras dengan Seruan Efisiensi Gubernur

Ironi lain mencuat karena Gubernur Kepri Ansar Ahmad selama ini dikenal gencar menyerukan efisiensi, terutama pasca refocusing anggaran akibat tekanan fiskal nasional.

Namun justru di biro yang membawa nama “Kesejahteraan Rakyat”, konsumsi menjadi salah satu pos paling boros.

Apalagi, dokumen pelaksanaan paket tertinggi senilai Rp1,05 miliar dijadwalkan baru akan dieksekusi di triwulan III 2025 — tepat saat Aiyub resmi pensiun.

Masyarakat Menanti Jawaban, Bukan Basa-basi

Tanpa keterbukaan dokumen dan penjelasan angka, masyarakat menilai lonjakan belanja konsumsi di Biro Kesra sebagai pemborosan di tengah krisis kepercayaan terhadap belanja APBD.

Sementara itu, nama Aiyub akan tercatat bukan hanya sebagai birokrat senior yang pensiun di tahun 2025, tapi juga sebagai pimpinan biro yang meninggalkan tanda tanya besar soal integritas belanja publik.

Ulasfakta akan terus menelusuri dokumen kontrak dan realisasi kegiatan konsumsi di Biro Kesra hingga publik mendapatkan jawaban yang utuh, bukan sekadar retorika “kegiatan besar keagamaan” yang tanpa angka dan transparansi. (Ap)