Ulasfakta – Aktivitas alat berat yang membersihkan lahan di kawasan Jalan Rawa Sari, Kelurahan Kampung Bulang, Kecamatan Tanjungpinang Timur, memicu polemik. Salah satu pemilik lahan, Arbain, mengecam tindakan tersebut karena status tanah masih dalam sengketa hukum di Pengadilan Negeri Tanjungpinang.
Lahan yang disengketakan merupakan bagian dari areal seluas sekitar 10 hektare yang telah terpecah dalam empat sertifikat. Salah satu bidang tanah saat ini sedang dalam proses persidangan, sementara dua bidang lainnya telah dilaporkan ke Polda Kepulauan Riau terkait dugaan penipuan.
“Lahan ini sedang dalam status quo karena proses hukum masih berjalan. Aktivitas penggusuran ini jelas mencederai prinsip hukum dan kami menduga kuat ada praktik mafia tanah di balik kejadian ini,” ujar Arbain kepada wartawan, Senin (16/6/2025).
Meski telah diajukan permintaan pemblokiran ke Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tanjungpinang, lahan tersebut tetap dibersihkan menggunakan alat berat. Arbain menyatakan pihaknya akan mempertimbangkan langkah hukum lanjutan jika aktivitas di lokasi tidak dihentikan.
Senada dengan Arbain, Felix kerabat Arbain sekaligus perwakilan dari PT Binagriya Sarana Idaman — menyebut tindakan tersebut tidak menghormati proses hukum yang masih berlangsung. Ia menegaskan bahwa sebagian area yang digusur merupakan bagian dari objek sengketa yang belum memperoleh putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht).
“Kasus ini belum selesai, tapi sebagian lahan sudah diratakan begitu saja. Kami mencium adanya kekuatan besar di balik aksi ini. Kalau tidak ada bekingan, siapa yang berani bertindak seperti ini?” kata Felix di lokasi.
Kuasa hukum Arbain, Riva’i Ibrahim, turut mengingatkan semua pihak agar menahan diri dan tidak mengambil tindakan sepihak yang dapat mengganggu jalannya proses hukum.
“Jika para pihak mengaku menjunjung tinggi hukum, maka hormati proses pengadilan. Jangan ada tindakan sepihak yang bisa memperkeruh keadaan. Semua harus menunggu hingga ada putusan tetap,” tegas Riva’i.
Sementara itu, pihak yang melakukan pembersihan lahan, Abun, mengaku hanya menjalankan permintaan dari pemilik lahan yang tercatat atas nama Hai Seng. Ia menyebut kegiatan itu dilakukan berdasarkan permohonan dan surat dari pihak kelurahan setempat.
“Kami hanya disuruh membersihkan lahan, bukan pemilik. Sepengetahuan kami, lahan itu sudah bersertifikat atas nama Hai Seng. Bahkan pihak kelurahan mengeluarkan surat yang meminta agar lahan dibersihkan karena sering terjadi kebakaran di area itu,” kata Abun saat dikonfirmasi.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Hai Seng maupun instansi kelurahan terkait izin dan dasar pembersihan lahan di tengah status sengketa. Sengketa lahan di kawasan ini menambah daftar panjang persoalan pertanahan di Tanjungpinang yang kerap diwarnai dugaan praktik ilegal dan lemahnya pengawasan regulatif.