Ulasfakta – Keputusan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) untuk menutup total akses Plengkung Gading sejak Sabtu (15/3/2025) menandai hilangnya salah satu ikon bersejarah dari denyut kehidupan sehari-hari masyarakat dan wisatawan. Langkah ini diambil setelah hasil evaluasi menunjukkan bahwa kondisi bangunan cagar budaya tersebut mengalami deformasi serius, sehingga berpotensi membahayakan pengguna jalan.
Plengkung Gading, yang juga dikenal sebagai Plengkung Nirbaya, merupakan salah satu gerbang bekas benteng Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Selain menjadi jalur penghubung antara kawasan Jeron Benteng dan Alun-alun Kidul, bangunan ini memiliki nilai historis dan kultural yang kuat. Bentuk arsitekturnya yang khas era kolonial serta pelataran di atasnya sering menjadi spot favorit untuk berfoto.
Namun, kini kawasan tersebut ditutup total. Keputusan ini diambil setelah uji coba rekayasa lalu lintas sistem satu arah (SSA) di sekitar Plengkung Gading dinilai tidak cukup efektif dalam mengurangi risiko.
Kekhawatiran Terhadap Hilangnya Ciri Khas Jogja
Penutupan Plengkung Gading mendapat beragam reaksi dari masyarakat, terutama mereka yang memiliki kenangan mendalam di lokasi tersebut. Adly alias Datuk, seorang warga Kepulauan Riau yang pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta, mengaku kehilangan bagian penting dari nuansa khas Jogja.
“Ketika Anda berada di Jogja dan melintas di lorong Plengkung Gading, vibes Jogja-nya terasa sekali. Ini seperti penegasan bahwa Anda sedang berada di Jogja. Sekarang, dengan penutupan ini, rasanya ada yang hilang,” kata Adly.
Sebagai alumni STSRD Visi Yogyakarta, Adly mengenang bagaimana Plengkung Gading sering menjadi lokasi tugas fotografi mahasiswa. Selain itu, banyak mahasiswa dari berbagai kampus menggelar diskusi dan kegiatan kecil di area tersebut, terutama pada sore dan malam hari.
“Jogja menyimpan banyak cerita unik, kenangan, hingga kisah romantis yang tak terlupakan. Plengkung Gading adalah bagian dari itu semua,” tambahnya.
Upaya Konservasi dan Pertimbangan Keselamatan
Menurut Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, penutupan ini tidak hanya untuk menyelamatkan bangunan cagar budaya, tetapi juga untuk menghindari potensi kecelakaan bagi pengendara yang melewati kawasan tersebut.
“Tidak hanya sebagai upaya mitigasi terhadap penyelamatan Plengkung Nirbaya saja, tetapi juga mitigasi terhadap keselamatan manusia dan kendaraan yang sangat mungkin terdampak dari kerentanan struktur bangunan,” jelas Dian dalam keterangannya.
Pemerintah DIY tidak menampik bahwa penutupan ini terasa mendadak. Namun, langkah cepat dianggap perlu mengingat usia bangunan yang sudah tua serta dampak lingkungan yang semakin menekan struktur bangunan.
Apa Selanjutnya?
Dengan ditutupnya Plengkung Gading, masyarakat bertanya-tanya apakah bangunan ini akan direnovasi, dipugar, atau justru berpotensi kehilangan bentuk aslinya. Pemerintah DIY belum memberikan kepastian terkait langkah berikutnya, tetapi masyarakat berharap bahwa ikon ini tidak sekadar ditutup tanpa rencana pelestarian yang jelas.
Jogja adalah kota yang identik dengan kehangatan budaya dan sejarahnya. Kehilangan Plengkung Gading sebagai salah satu elemen khasnya tentu menjadi pukulan bagi banyak orang. Kini, yang diharapkan adalah upaya konservasi yang tetap mempertahankan keaslian dan nilai sejarah dari gerbang legendaris ini.