Putusan DKPP Soal Pilkada Bintan: Cermin Kelemahan atau Keadilan?

Ulasfakta – Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan tidak ada pelanggaran kode etik dalam kasus dugaan pelanggaran kampanye Pilkada Bintan menuai reaksi keras.

Ketua Komunitas Bakti Bangsa Bintan, Jerry Hartawan, menilai keputusan ini tidak mencerminkan komitmen DKPP dalam mengawal pilkada yang bermartabat dan berkeadilan.

Menurut Jerry, keputusan yang diambil dalam waktu relatif singkat menimbulkan pertanyaan besar tentang objektivitas DKPP dalam menangani perkara serius.

Sidang dugaan pelanggaran etik Ketua dan Anggota Bawaslu Bintan, serta Ketua Bawaslu Kepri Zulhadril Putra, hanya dilakukan sekali pada 12 Februari 2025 selama lima jam sebelum diputuskan pada 10 Maret 2025.

“Bagaimana mungkin perkara sebesar ini diputuskan hanya dengan sidang pemeriksaan selama lima jam? Ini tidak lumrah, meskipun memang sudah menjadi prosedur DKPP,” ujarnya.

Indikasi Pelanggaran yang Diabaikan?

Jerry menyoroti bahwa dugaan pelanggaran kampanye dalam perayaan HUT Golkar ke-60 di Relief Antam seharusnya dikaji lebih mendalam.

Acara yang dihadiri kandidat Pilkada Bintan itu dinilai sarat dengan indikasi kampanye terselubung, mulai dari pembagian hadiah berupa motor hingga kehadiran peserta dengan atribut “Bintan Juara”, tagline pasangan calon nomor urut satu, Roby Kurniawan-Deby Maryanti.

Pantun politik yang disampaikan dalam acara tersebut juga dianggap sebagai bagian dari kampanye yang seharusnya masuk dalam pengawasan ketat Bawaslu.

“Burung Kenek-Kenek Hinggap di Batu, Pesan Kakek-Nenek Coblos Nomor Satu.”

Pantun ini, kata Jerry, bukan sekadar permainan kata, melainkan pesan politik yang jelas mengarah pada ajakan memilih salah satu pasangan calon.

Namun, Bawaslu Bintan tetap bersikukuh bahwa tidak ada pelanggaran kampanye dalam acara tersebut, dan DKPP justru mengaminkan sikap tersebut tanpa telaah lebih lanjut.

DKPP Dinilai Gagal Menjaga Independensi

Keputusan DKPP yang mendukung Bawaslu Bintan dalam tidak meregistrasi laporan hasil pengawasan Panwaslu Bintan Timur semakin menegaskan kekhawatiran publik.

Jerry menilai langkah ini sebagai bentuk ketidakmandirian Bawaslu Bintan, yang justru lebih memilih berkoordinasi dengan Gakkumdu dari unsur kejaksaan dan kepolisian daripada menjalankan fungsi pengawasan secara independen.

Selain itu, DKPP juga dinilai mengabaikan perbedaan sikap antara Ketua Bawaslu Kepri Zulhadril Putra dan Bawaslu Bintan.

Zulhadril sempat mencurigai adanya dugaan pelanggaran kampanye, tetapi langkahnya tidak mendapat dukungan dari DKPP, yang justru menganggap tindakannya sebagai langkah pencegahan yang responsif.

“DKPP keliru dalam menyimpulkan kasus ini. Seharusnya mereka mempertanyakan mengapa Zulhadril tidak membawa temuan ini ke rapat Bawaslu Kepri agar dapat ditindaklanjuti,” tegas Jerry.

Perlawanan Komunitas Sipil

Komunitas Bakti Bangsa Bintan menegaskan bahwa perjuangan mereka untuk menegakkan demokrasi yang adil dan bermartabat belum berakhir.

Mereka berjanji akan terus mengawasi dan mengawal jalannya Pilkada Bintan agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat merusak kepercayaan publik terhadap demokrasi.

“Kami tidak akan berhenti di sini. Ini baru awal dari perjuangan panjang untuk memastikan bahwa pilkada berjalan jujur, adil, dan tidak dikotori oleh kepentingan pihak tertentu,” tutup Jerry.

Dengan putusan DKPP yang menuai kontroversi ini, publik kini menunggu langkah lanjutan dari para pemantau independen dan aktivis pro-demokrasi.

Apakah keputusan ini akan menjadi preseden buruk bagi pengawasan pemilu di daerah lain, atau justru memicu perlawanan yang lebih besar dari kelompok masyarakat sipil? Waktu yang akan menentukan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *