Ulasfakta — Kinerja Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kepulauan Riau kembali menjadi sorotan tajam.
Dalam tiga tahun terakhir, realisasi pendapatan dari sektor kelautan terus mengalami penurunan.
Meskipun Kepri memiliki potensi besar sebagai provinsi maritim dengan lebih dari 96 persen wilayahnya berupa lautan.
Sekretaris Komisi II DPRD Kepri, Wahyu Wahyudin, menilai DKP belum mampu menjalankan perencanaan yang telah disusun secara maksimal.
“DKP harus berbenah di semua lini. Fokus pada perencanaan yang sudah dibuat dan segera direalisasikan. Potensi rumput laut juga masih sangat minim dimanfaatkan,” ujarnya kepada Ulasfakta.
Wahyu juga menyoroti belum adanya pelabuhan pelelangan ikan di Kepri, yang ia anggap sebagai kelemahan mendasar dalam sistem pengelolaan perikanan daerah.
“Padahal, lokasi di Bintan sudah tersedia dan layak. Paling lambat 2026 pelabuhan itu harus mulai dibangun. Jika Pemprov belum mampu, lebih baik melibatkan pihak swasta melalui kerja sama dengan BUMD,” tegasnya.
Tiga Tahun, PAD Sektor Kelautan Terus Merosot
Data yang dihimpun Ulasfakta menunjukkan bahwa sejak 2023, realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor kelautan terus merosot secara konsisten.
Tahun 2023, DKP tidak menetapkan target pada pos retribusi pemanfaatan kekayaan daerah seperti tambatan kapal dan lahan usaha perikanan.
Balai Benih Ikan Pengujan, yang seharusnya menjadi pusat produksi benih unggulan, hanya menyumbang Rp58 juta dari target Rp198,6 juta.
Sementara retribusi jasa kepelabuhanan relatif lebih baik dengan capaian Rp730 juta dari target Rp750 juta.
Namun retribusi perizinan hanya menyumbang Rp1,45 miliar dari target Rp2 miliar. Pos PAD lainnya, termasuk denda administratif, nihil.
Tahun 2024, kondisi memburuk. Tidak ada target maupun realisasi untuk retribusi kekayaan daerah. Balai Benih Ikan stagnan di angka Rp58 juta dari target Rp200 juta.
Jasa kepelabuhanan hanya menghasilkan Rp654 juta dari target Rp1,5 miliar. Pos perizinan dan denda kembali tidak menunjukkan hasil.
Hingga pertengahan Juni 2025 kondisi semakin memburuk, capaian PAD tetap rendah. Target retribusi pemanfaatan kekayaan daerah sebesar Rp250 juta baru terealisasi Rp3,49 juta. Retribusi jasa kepelabuhanan baru mencapai Rp274 juta dari target Rp900 juta. Pos perizinan dan PAD lainnya kembali nihil.
Minimnya koordinasi antar-OPD, lemahnya sinergi dengan pelaku usaha perikanan, dan kurangnya infrastruktur penunjang dinilai sebagai penyebab utama.
Pembangunan pelabuhan pelelangan ikan, sentra budidaya, hingga distribusi hasil tangkap menjadi tuntutan yang mendesak.
Sektor kelautan yang seharusnya menjadi andalan, justru belum mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap PAD.
Potensi besar Kepri sebagai provinsi kepulauan masih terhambat oleh lemahnya tata kelola.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala DKP Kepri, Said Sudrajat, belum memberikan tanggapan atas konfirmasi yang dikirimkan redaksi.