Ulasfakta.co – Dua rumah sakit Pemerintah Provinsi Kepri diduga melakukan pengadaan obat-obatan dan alat medis habis pakai yang sebagian besar sudah kedaluwarsa atau nyaris tak layak edar.

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Tahun Anggaran 2024 mengungkap pengadaan tak wajar di RSUD Raja Ahmad Tabib (RAT) dan RSJKO Engku Haji Daud (EHD).

Dua rumah sakit ini tercatat membeli 44 jenis obat dan bahan medis habis pakai (BMHP) yang masa pakainya kurang dari dua tahun, dengan nilai mencapai Rp604 juta.

Selain itu, terdapat 32 jenis obat dan BMHP lain yang telah kedaluwarsa, senilai lebih dari Rp56 juta. Jika ditotal, potensi kerugian negara nyaris menembus Rp1 miliar.

JPKP: Ini Bukan Kelalaian, Tapi Kejahatan Anggaran

Ketua Jaringan Pengawas Kebijakan Pemerintah (JPKP) Kepri, Adiya Prama Rivaldi, menyebut kasus ini sebagai bentuk kejahatan anggaran yang membahayakan keselamatan pasien.

“Ini bukan sekadar salah beli obat. Ini murni kejahatan. Uang negara dihamburkan, rakyat diberi obat nyaris basi, bahkan ada yang tak layak konsumsi. Jika tidak ada proses hukum, maka hukum kita betul-betul lumpuh,” tegas Adiya kepada ulasfakta, Kamis (3/7/2025).

Menurut dia, praktik tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen karena memperjualbelikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar mutu dan keamanan.

“Pengadaan seperti ini bukan hanya korup, tapi membunuh secara sistematis. Pasien datang untuk sembuh, malah diberikan risiko,” ujarnya.

Dalih “Stok Terbatas” Dibongkar BPK

Manajemen rumah sakit beralasan, pengadaan dengan masa kedaluwarsa pendek dilakukan karena stok dari distributor terbatas. Namun BPK menilai dalih itu tak dapat diterima.

BPK menyebut alasan tersebut mencerminkan lemahnya fungsi kontrol dan pengawasan internal, termasuk dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan pihak manajemen rumah sakit.

Belum ada jawaban pasti apakah pengadaan ini murni kelalaian atau bagian dari praktik sistematis untuk menghabiskan anggaran. Dugaan permainan antara rumah sakit dan penyedia barang masih menjadi tanda tanya.

Pasien Miskin Jadi Korban

Temuan ini menjadi ironi di tengah keterbatasan layanan kesehatan di Kepri, terutama bagi masyarakat miskin dan wilayah terpencil. Dana publik yang seharusnya digunakan untuk membeli obat berkualitas, justru dihabiskan untuk barang yang mendekati atau bahkan melewati batas edar.

“Dengan dana sebesar itu, berapa banyak nyawa bisa diselamatkan? Sekarang bukan hanya uang yang hilang, tapi juga kepercayaan publik,” kata Adiya.

Desakan Audit Forensik dan Proses Hukum

JPKP Kepri mendesak Gubernur Kepri, Kepala Dinas Kesehatan, serta aparat penegak hukum untuk segera menindaklanjuti temuan BPK.

Adiya meminta dilakukan audit investigatif dan audit forensik terhadap pengadaan barang tahun berjalan.

“Jika terbukti ada unsur kesengajaan, semua pihak yang terlibat harus bertanggung jawab secara hukum. Baik PPK, penyedia, maupun manajemen rumah sakit,” ujarnya.

JPKP menilai kasus ini menjadi alarm keras bagi sistem pengadaan barang publik, terutama di sektor kesehatan di tengah krisis kepercayaan dan keterbatasan akses layanan.

“Ditambah lagi kelalaian atau penyimpangan anggaran bisa saja berujung petaka. Kesehatan bukan ruang abu-abu. Ini soal nyawa manusia,” tegas Adiya mengakhiri yang juga Pegiat Antikorupsi.

Sementara itu, Wakil Direktur Penunjang RSUD RAT, Atika, mengaku belum dapat memberikan penjelasan rinci. Ia menyebut baru tiga minggu menjabat, menggantikan pejabat sebelumnya.

“Saya harus kroscek dulu, ini masa pejabat lama, Bu Dian. Kami juga sudah minta pendampingan Kejaksaan dan Inspektorat. Mohon beri saya waktu, saya juga sedang rapat dengan Pak Gubernur,” ujar Atika kepada redaksi Ulasfakta, Kamis.

Atika juga menambahkan bahwa pihaknya telah menyampaikan tanggapan kepada BPK, dengan menyebut faktor geografis kepulauan menjadi kendala distribusi obat-obatan yang cepat kedaluwarsa.

Namun jawaban itu belum menjelaskan mengapa rumah sakit tetap menerima dan menyimpan obat-obatan yang sudah melewati batas edar tanpa dilakukan pengembalian atau tindakan pencegahan.

Sebelumnya, Direktur RSUD RAT, Bambang, sempat merespons singkat.

“Kami sedang rapat dengan Pak Gubernur. Coba hubungi Wadir Penunjang, Bu Atika,” katanya.

Sementara itu, ulasfakta masih terus berupaya mendapatkan tanggapan resmi dari manajemen RSJKO Engku Haji Daud (EHD).